Lumpur Lapindo

Senin, 25 Agustus 2008

BERKARYA HINGGA USIA SENJA



Para sastrawan muda yang saat ini cukup kreatif dan produktif memublikasikan tulisannya diberbagai media massa, ada baiknya sejenak merenung. Akankah terus berkarya hingga usia tua, bahkan sampai maut menjemput ? Ataukah hanya untuk sesaat, kemudian menghilang tanpa jejak ?

Di Kalsel ada beberapa sosok sastrawan yang hingga memasuki usia senja tetap setia berkarya.Arsyad Indradi (57) tak hanya menggebu-gebu jika diajak diskusi tentang sastra, juga dibaringi dengan produktifitasnya dalam melahirkan puisi - puisi. Sudah belasan buku antologi yang dihasilkannya.

Terakhir, dia menerbitkan buku 142 Penyair Menuju Bulan. Bayangkan , dari mengumnpulkan bahan dengan menyurati para penyair yang tersebar di Nusantara, mengedit, mencetak-konon sampai beberapa buah printernya rusak-termasuk pembiayaan ditanggungnya sendiri. Begitu rampung, antologi puisi itu dia bagi-bagikan dan sebar secara gratis. Mungkin tak banyak orang yang mau melakukan hal itu. Karenanya, tak heran jika ada kemudian dijuluki Penyair Gila.

Menurut istilah Arsyad, kalau ingin citra penyair Kalsel diperhitungkan ditingkat nasional harus berani ‘berdarah-darah’. Dan itu tak sekadar diucapkannya, tapi dibuktikan dengan tindakan. Alhasil, nama Arsyad Indradi memang meroket. Bukan hanya di media lookal, koran-koran nasional pun membicarakan sosok dan kiprahnya.

Demikian pula dengan Hamami Adaby, prnsiunan Kepala Kantor Departemen Penerangan Batola (1994-1998). Gairahnya dalambersastra sudah tak diragukan. Hal itu tergambar dari kesinambungannya dalam berkarya. Mampu menerbitkan buku,katanya,merupakan kebahagiaan yang tak ternilai. Karena itu, dia berusaha setiap hari untuk berkarya. “Orang ribut-ribut bagi BLT juga bisa dijadikan puisi,”ujar Hamami.

Begitu juga HM Syamsiar Seman. Kalau dulu kelahiran Barabai 1 April 1936 itu gencar menulis puisi dan cerpen,belakangan ini dia lebihkonsentrasi mengangkat seni budaya Banjar.

Sudah banyak buku yang dihasilkannya, bahkan sebagian dikoleksi diperpustakaan Washington , Amerika Serikat. Katanya, dengan menulis buku dapat memperpanjang usia. Sebab walau kita meninggal karya kita tetap dikenang orang. Itulah mengapa semangat berkarya Syamsiar tak pernah surut. Dia menulis tak terikat waktu, bisa kapan dan dimana saja. Kadang sambil mengambil gaji pensiunan, karena menunggu panggilan cukup lama, dia duduk di pojokruangan untuk menulis. Atau saat di rumah sakit. Ketimbang bingung menanti giliran antre dia coret-coret kertas untuk bahan tulisan.

Bahkan Syamsiar punya kebiasaan unik, setiap naik taksi dia pasti memilih bangku depan. Dengan begitu selama dalam perjalanan dia bisa menulis.*** Aliansyah Jumbawuya, sastrawan tinggal di Banjarmasin.. Terbit di : Banjarmasin Post, minggu 24 Agustus 2008.

3 komentar:

Riri mengatakan...

wah bunda nggak kebagian buku-nya... nich..terus berkarya dan semakin hebattttttt..... salut..salut..

Kristina Dian Safitry mengatakan...

saya mau..saya mau..belajar jadi satrawati yang oke punya. saya juga mau sampai tua nanti terus berkiprah.
ngomong2 kok saya ndak dikirimin bukunya yach,he...he...*just kidding*

richard™ mengatakan...

Om, padahal lebih nikmat menulis di bagasi loh, dibandingkan dibangku depan. Berjanda om, eh bercanda.

Saya senang sekali, karena bisa merasakan eksistensi dan menikmati perspektif om untuk dunia sastra Indonesia.

Salam kenal