Lumpur Lapindo

Jumat, 22 Januari 2010

PUISI, ESTETIKA DAN MASYARAKAT

Abdul Hadi W. M.

Saya minta maaf sebesar-besarnya kepada panitia oleh karena tidak dapat menumpukan pembicaraan kepada antologi yang dikirim kepada saya untuk dibahas dalam pertemuan ini. Alasannya sederhana, antologi tersebut baru saya terima seminggu sebelum saya berangkat ke Banjarmasin. Sungguh tidak mungkin saya dapat membaca antologi yang berisi lebih dari 100 sajak itu dalam waktu singkat. Kesibukan mengajar yang padat dalam hari-hari menjelang akhir semester juga merupakan halangan tersendiri untuk membaca antologi tersebut dengan penuh perhatian. Sebagai gantinya saya pilih topik yang ligkup pembicaraannya lebih luas dan umum.Kendati demikian saya akan berusaha tidak melepaskan tanggung jawab saya meyinggung sajak-sajak dalam antologi yang diterbitkan panitia.Lanjutkan Klik disini

Puisi Arsyad Indradi : Rawi Meratus


Rawi Meratus

Tak pupus asap kemenyan
Rohroh pada bangkit dari tujuh liang gua batu
dari tujuh talikan akar sungsang
Surup melayat hutan melayat gunung
Sayatan tangis karariang tak teduhteduh
Balai tak mampu lagi menyimpan patung sunyi

Disini asal mula tulisan rawi kematian itu
Tapi setelah sekian waktu jadi meranggas
Lalu menjadi sebuah dongeng



Maka tak perlu lagi
membiar risau
meratus makan kembang ilalang
membiar resah
jalan setapak turun ke guntung
membasuh mimpi
Sesungguhnya guntung telah kehabisan airmata

Dan tak perlu lagi berulang membaca rawi itu
Tapi bangkitkan roh rawi nenek moyang
dimana membangun sebuah benua

Banjarbaru,2010

Catatan :
Talikan = sejenis pohon beringin
karariang = sejenis lalat besar ( gangsir)
guntung = anak sungai

Sabtu, 16 Januari 2010

Nyanyian Laut


Arsyad Indradi

Nyanyian Laut

Hanya kepada laut mencurahkan suratan hidup
Angin pantai selatan tak pernah diam menakbirkan gemuruh ombak seluasluas laut
Manakala senja dan burungburung pada pulang
Dan nyanyian sunyi selepas ombak di pantai
Meronce buihbuih sepanjang semenanjung
Dari riwayat pelayaran yang panjang

Tak pernah takluk pada takdir
Sebab masih jauh di balik anganangan
Sebelum matahari terbenam dan bintangbintang berjatuhan pada malam
tahukah kau aku menyerumu sampai pada ujung yang paling penghabisan
Kulminasi karang pada sonder suara menatap merahnya cahya di ufuk
Menafsir kemana awangemawan akan beranjak

Daundaun nyiur pada pohon berkakuan
Kudesaukan sehabishabis angin kembara
Hopla gemuruh
Gemuruh seleluasa ombak mengejarmu
Kaki langit tak risau tak pantang gemulung resah biru laut birunya kalbu merah ufuk merahnya darah jiwa berbuncah
Hanya kepada laut
Kulayarkan segala rindu

Banjarbaru,2010