
Oleh : Dr. Sudaryono,M.Pd
Dosen FKIP Unipersitas Jambi
Jika Ajip Rosidi punya “Jante Arkidam “ dan Rendra punya “Balada Terbunuhnya Atmo Karpo” atau “Mencari Bapa”, seorang Arsyad Indradi (Penyair dari Banjarbaru,Kalimantan Selatan) punya “Bagandang Nyiru”, “Kakek Adul”, “Nama Terpuji”, “Terbang Burung”, “Nini Aluh”, “Harumi Tanah Banyu”, “Nisan Berlumur Darah”, “Dundang Duka Seribu Burung”, dan lain-lain.Balada selalu menarik dibicarakan karena di dalam puisi jenis ini tampil karakter tokoh atau sesuatu yang ditokohkan. Ajip Rosidi menampilkan karakter Jante Arkidam, yang digali dari khasanah budaya Pasundan, Jawa Barat. Rendra menampilkan sosok manusia Jawa dalam sajak-sajak balada yang digubahnya.
Arsyad Indradi, sebagai penyair yang tumbuh dan besar di daerahnya berhasil menulis sajak-sajak berjenis balada yang dibaurkan dengan mantra dalam bahasa Banjar—dan penyair ini bermukim di Banjarbaru Kalimantan Selatan. Sajak-sajak bahasa Banjar dan terjemahan dalam bahasa Indonesia dihimpun dalam buku Kalalatu (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru,2006). Buku ini memuat 70 sajak yang ditulis dekade 1990-an hingga 2000-an.Kalimantan dalam peta sastra nusantara tak bisa diremehkan, sebab di pulau ini ada Korrie Layun Rampan, Ajamuddin Tifani (almarhum), Hamami Adaby, Micky Hidayat, dan tentu saja Arsyad Indradi.
Balada yang disuguhkan dalam buku Kalalatu ini tentu saja tidak menampilkan pengertian balada secara teoritis, melainkan penyair Arsyad Indradi hanya mengambil dan menampilkan ruh balada dan dipadukannya dengan kekuatan mantra. Dengan kata lain, balada yang diciptakan oleh penyair Banjarbaru ini telah mengalami apa yang disebut eksplorasi intuisi dan imajinasi, serta melakukan sintesis baik pada lapisan bunyi (lapisan lambang-lambang bahasa sastra), lapisan arti (sejumlah makna yang terpendar oleh lambang kebahasaan), maupun lapisan dunia metafisis (dunia pengucapan, tujuan, dan efek yang difungsikan) dan dikawinkan dengan sajak berjenis mantra.
Seterusnya, sebagai hasil kreasi, sajak-sajak balada dan mantra karya Arsyad Indradi menampakkan adanya keaslian (orisinalitas), kejelasan (lantaran pilihan kata yang tepat, penggunaan metafor, dan kesatuan imaji), memukau (lantaran permainan bunyi, pemanfaatan gaya bahasa, foreshadowing, dan penggunaan enjambemen), sugestif (dapat merengsang secara asosiatif dan memberikan daya ajuk), asosiatif, dan menampilkan cerita secara runtut.
Marilah kita simak balada yang memiliki kekuatan magis seperti mantra yang digubah oleh Arsyad Indradi.
T Tokoh Kakek Adul selanjutnya tampil mendominasi pada sajak berjudul “Kakek Adul”. Siapa Kakek Adul, apa masalahnya, dan bagaimana keberadaannya ? Kakek Adul digambarkan sebagai cermin : “ Kakek cermin bagi kami”. Hal ini disebabkan bahwa Kakek Adul adalah representasi adat-istiadat, sumber petuah, sumber berbagai ajaran tentang kehidupan. Kita simak : Bila tinggi sekolahnya jangan dilupakan juga/adatistiadat dan petuah orang bahari/Hidup ada aturannya tungai/ Jika terlanggar pamali/Ini dikatakan tahyul/Permisi lewat di hadapan orang tua/Pamali duduk di muka pintu waktu hari senja/Anak beriman ingat dengan waktu/Pelihara sangkar bumi dan sangkar langit/kita di dalamnya di bibir tiada lepas dengan thayyibah/ di ruas jari kita jangan tertinggal tasbih/Bila tidur bantal kita syahadat/ Selimut kita zikir …. “. Kakek Adul adalah sosok manusia yang arif, disegani, dan penyayang anak-cucu, dan acuan dalam menjalani kehidupan.
Harum setanggi pudak melati berenteng di gelung dua
Berwajah cantik berharta banyak apalah artinya
Apalah artinya jika adat budi bahasa tidak dipakai tidak dijaga
Banyak orang berperilaku banyak menanam nyiur
Bumi yang dipijak
Siapalah lagi yang memelihara
Rusaklah binasa
Sampai jauh batas suara burung
Sayang gunungSayangi tanah air hutan belukar
Seterusnya, sebagai hasil kreasi, sajak-sajak balada dan mantra karya Arsyad Indradi menampakkan adanya keaslian (orisinalitas), kejelasan (lantaran pilihan kata yang tepat, penggunaan metaphor, dan kesatuan imaji), memukau (lantaran permainan bunyi, pemanfaatan gaya bahasa, foreshadowing, dan penggunaan enjambemen), sugestif (dapat merangsang secara asosiatif dan memberikan daya ajuk), asosiatif, dan menampilkan cerita secara runtut. Kita simak beberapa penggalan berikut ini.
“Berdeburan angin beruap panas/Diketinggian gunung hauqalah bau harum/ kembang al kautsar semerbak/Kupegangi erat jazim dalam dadaku/Kuiringi kemana
terbang hinggap kupu-kupu … Jangan sungkan masuklah /Beradab dengan shalawat/Nyalai kamarnya dengan ma’rifatullah/Bukai jendelanya dengan nuruttajali” (“Terbang Burung)”.
Kekuatan magis dengan pola ungkap mantra, seperti pernah dilakukan oleh penyair Sutardji Calzoum Bachri dengan “ O, Amuk, Kapak “nya, dapat kita rasakan dalam larik-larik sajak “Darah” berikut :
darah matiku Hu Allah
darah raungku Hu Allah
darah laparku Hu Allah
darah ngiluku Hu Allah
……….
semesta bergoncang Hu Allah
darahku aujubillah
darahku subhanallah
Jambi, 23 Januari 2008
( Radar Banjarmasin, Minggu 28 Januari 2007
Ingin tahu Esai yang lain ? Klik Esai Tentang Arsyad Indradi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar