Senin, 22 Juli 2024

 


“Tirai Hujan” Karya Arsyad Indradi (1500 haiku) 

Sebuah Epilog

Oleh: DIRO ARITONANG

          Presiden HaikuKu Indonesia

 

Cahaya bulan

Mekar bunga flamboyan

Di taman hati

 

Arsyad Indradi adalah seniman, budayawan yang telah bergambung dengan grup haikuKu Indonesia sudah setahun lebih, bergelimang dalam proses kreatif, mengali, menggali dan menggali bersama Keluarga Besar haikuKu, dalam memahami haiku yang sebenarnya. HaikuKu tidak lagi bereksperimen, melakukan perubahan terhadap bentuk raga haiku tradisional Jepang,  Go-Shichi-Go, 5-7-5 suku kata, yang sudah diuraikan Arsyad Indradi dalam “Catatan Tentang Haiku”. haikuKu Indonesia tetap menjaga originalitas dan melakukan pemuliaan terhadap karya besar haiku yang sudah mendunia ini yang dilahirkan sejak masa Matsuo Basho (1644 - 1694) hingga kini. HaikuKu Indonesia tidak ingin mencederai, dengan merubah bentuk raga maupun struktur haiku, di samping 5-7-5, unsur Kigo Besar (referensi musim), Kigo Kecil (penanda waktu), kireji (pemotongan), juga -  karena haiku merupakan Simplice one couplet, hanya satu bait, tidak berbait-bait, di samping itu juga tidak berjudul, jumlah suku kata haiku hanya 17 suku kata, tidak lebih tidak kurang. Sebuah keanehan ketika haiku itu berjudul . Ini ditunjukkan oleh 1500 haiku “Tirai Hujan” Arsyad Indradi.

 

***

 

Mengucap syukur

Jantung masih berdenyut     

Pajar menyingsing

 

HaikuKu Indonesia ingin melahirkan “Indonesian Haiku”, seperti juga Amerika telah memiliki “American Haiku” dengan kekhasan nilai-nilai bahasa, social,  alam dan budaya. Demikian juag haikuKu Indonesia, bentuk raga tetap dalam pakem haiku tradisional, namun haikuKu Indonesia diisi dengan nilai-nilai kehidupan di Indonesia, tentang alam yang hanya mengenal dua musim, kemarau dan penghujan, juga nilai-nilai tradisi, budaya, serta kearifan local. Di samping itu, rasa bahasa pun adalah khas Indonesia, karena setiap bangsa memiliki rasa bahasa dan memiliki struktur (tata bahasa) yang berbeda-beda. Dan ini semua telah ditunjukkan dalam kumpulan haiku “Tirai Hujan” .

 

***

 

Kibar bendera

Sayu dalam gerimis

Setengah tiang

 

Gembira saya melihat gagasan Arsyad Indradi dengan terbitnya “Tirai Hujan”. Ini justru akan semakin mempopulerkan haiku di Indonesia sejak diperkenalkan pujangga Amir Hamzah sejak 1939 di Indonesia, hingga terbitlah buku “Setanggi Timur” (Dian Rakyat, Cetakan pertama 1959). Keunikan haiku yang membedakan dengan haiku adalah terletak pada minimalisnya kata, dengan 17 suku kata, memiliki kigo dan kireji. Keunikan itu yang membuat banyak penyair di luar Jepang yang tertarik pada haiku, tidak sedikit penyair dunia tertarik pada keunikan haiku  seperti Octavio Paz, Allen Ginsberg, Jack Kerouac, Jorge Luis Borges, Richard Wright, James W. Hackett, bahkan sampai Rabindranath Tagore dan Albert Einstein. Hal yang luar biasa, penyair yang menggali habis-habisan tentang haiku oleh penyair peraih hadiah Nobel Sastra 2011, dari Swedia yaitu Tomas Tranströmer.  Juga dilakukan  Sonia Sanchez penyair Afrika-Amerika yang paling sering dikaitkan dengan Gerakan Seni Hitam, dari  Wilsonia Benita Driver,  di samping menulis  puisi, cerpen, esai kritis, juga dia adalah penggila haiku. Di Indonesia, juga pernah ada beberapa penyair, diantaranya Wing Kardjo “Pohon Hayat: Sejemput Haiku” (Forum Sastra Bandung, Mei 2002), juga baca pemikiran dan spirit haiku pada puisi Goenawan Mohamd, Ajip Rosidi, sampai penyair Heru Emka (alm) lewat “Danau Angsa”. Tapi dari seluruh karya yang saya baca dan saya apresiasi banyak yang tak memenuhi ketentuan haiku tradisional, baik itu patron 5-7-5 suku kata, kigo maupun kireji. Tetap cenderung pada puisi alit, bukan haiku. Kini lewat “Tirai Hujan” Arsyad Indradi, telah menunjukkan haiku yang sebenarnya.

 

***

 

Di ujung senja

Berkaca pada laut

Membaca diri

 

Membaca 1500 haiku Arsyad Indradi dalam “Tirai Hujan”, kita dibawa dalam intensitas perenungan kontemplasi yang sarat akan nilai-nilai kehidupan, persoalan kemanusia, tingkah laku alam dan hewan, hingga spiritual religius. Peletakan kigo dalam haiku Arsyad Indradi tidak sekedar mengatakan musim dan waktu.  Kigo itu menjadi matarasa kita dalam suasana kita sadar bahwa kita hidup, pada saat apa? atau musim apa? atau pada wakti apa?  Perasaan dan pikiran kita merespon pada kehidupan kita. Matarasa dapat kita kendalikan (renungan) dalam keheningan, kesunyian dan kesendirian sebagai manusia. Filosofi ini yang hendak dikatakan dalam haiku. Jadi kigo itu adalah pernyataan eksistensial. Secara ontologism filsafat, ada sesuatu yang tersimpan dalam diri kita pada saat momentum itu berinteraksi dalam diri kita, pada saat musim, waktu-waktu tertentu, dan aktivitas tradisi budaya yang menjadi ungkapan spiritual.

Ini merupakan kepekaan, sekaligus ketajaman Arsyad Indradi menatap gerak kehidupan dalam haiku-haikunya.  Terasa kigo berevolusi dari budidaya hubungan dekat seperti dengan alam.  Musim selalu datang dan pergi, fenomena perubahan musim menimbulkan berbagai ekpresi perasaan, gembira, kesedihan, kesepian, keheningan, dan kekhawatiran bahwa perubahan itu membawa ke dalam ungkapan spiritual. Dalam kigo merangkum semua sentimen ini, kebahagiaan kita, rasa sakit , air mata kita, dan bahkan nilai-nilai dan estetika.  Ini adalah rahasia di balik kemampuan haiku untuk membuat pernyataan yang mendalam dengan hanya 17 suku kata.

 

***

 

Mencari makna

Jauh ke dasar malam

Tafsiran cinta

 

Menulis haiku berarti memberikan suara untuk "sesuatu" muncul di depan mata kita dan mengambil sepotong kehidupan bumi. Dengan demikian,  kita sendiri memanfaatkan sumber kosmik kehidupan dan menciptakan sinkronisitas dan persaudaraan dengan makhluk hidup lainnya. Ini juga merupakan proses penemuan diri, perjalanan ke kedalaman hati sendiri. Ini adalah melalui "sesuatu" yang kita temukan hal-hal tentang diri kita sendiri.

Kehadiran Arsyad Indradi dalam dunia haiku di Indonesia akan sangat menarik dan inspiratif. Akan menjadi sejarah  dalam khasanah sastra di Indonesia, semoga ini akan menjadi pencerahan bagi kita semua. Memang haiku itu berasal dari Jepang, tapi haiku sudah menjadi milik dunia, seperti juga sonata dari Italia, pengaruh asing sejak mulai tumbuhnya sastra di nusantara tidak terlepas dari pengaruh India, Arab, Parsi mau pun Negara-negara Barat. Kini haiku yang telah berada berumah di Indonesia yang ditebar oleh pujangga Amir Hamzah tahun 1939, baru kini terasa eksistensinya. Seperti dikatakan haijin Santoka Taneda, “Nyata haiku adalah jiwa atau roh dari puisi. Segala sesuatu yang tidak benar-benar hadir dalam hati seseorang itu bukan haiku. Bulan bersinar, bunga mekar, serangga menangis, air mengalir. Tidak ada dalam kehidupan kita sampai tidak menemukan bunga atau memikirkan bulan. Ini adalah inti dari haiku. Melampaui batasan masa kamu, lupakan tujuan atau makna, memisahkan diri dari sejarah keterbatasan- di sana kamu akan menemukan esensi dari seni sejati, agama, dan ilmu pengetahuan." (dari ― Santōka Taneda, Mountain Tasting: Haiku and Journals of Santoka Taneda)._***

 

Adipura, Bandung 2016

Minggu, 21 Juli 2024


 

Yang Kudapati Saat Menginap Di Tiga Kamar Arsyad Indradi 

Oleh : Usup Supriyadi

Beberapa sajak Arsyad Indradi yang saya akrabi selalu berembel-embelkan (pada bagian judul) kata "Kamar." Saya sendiri tidak begitu tahu asal-muasal mengapa senantiasa menggunakan kata tersebut, dan hampir selalu mirip, misalnya, "Dalam Kamar 010", atau "Dalam Kamar 111." Ini menurut saya sebuah bentuk keaslian ekspresi dari seorang Arsyad Indradi, saya baru lihat-sejauh yang saya tahu-sajak-sajak seperti itu dalam hal judul. Dan apa yang dilakukannya adalah bagus dan sangat khas.

Ada dua kemungkinan barangkali, pertama ialah itu menandakan sebuah sajak yang ditulis memang benar di dalam kamar bernomer sekian dan sekian. Atau kamar di situ identik dengan ruang-batin si penyair, hal itu terindikasi dalam salah satu baris puisinya dalam sajak "Dalam Kamar 230" katanya, Getar bibir:/ Tuhan/ jangan kau tinggalkan aku//. Bisa pula berarti bulan. Lepas dari uniknya judul-judul tersebut, saya akan mencoba menginap lalu lenyap dalam kamar-kamar Arsyad Indradi berikut;

Dalam Kamar 111


Kubakar tubuhmu

Dalam pedupaan malam

Agar angananganku mencair

Jika besok mentari terbit

Tak pernah lagi menjadikan pudar kehidupan

 

Nyalamukah yang bergoyang dalam tatapan

Wanginya harum bibir pijar

Aku mendaki puncak letupan dadamu

Berpacu pada bubus asap nafasmu

 

Gerai rambut lelatu

Menguntai bara liar

Pada kamar nyala damar

Berturai menyibak kelam

 

Tubuhmutubuh tak lagi lelaki

Apa yang kau harap dari sembunyi

Inilah semata dusta semesta

 

Pada tarikan gorden penghabisan

Kau lepas burungburung di alir cahya

Dengan kepak dan kicau :

Selamat pagi wahai insan yang merindu

 

 

Malang 2011

 

 

Betapa alunan kata-kata yang melagu dan indah lagi menyentuh kalbu. Permainan diksinya begitu tepat, dan rimanya tidak terkesan dipaksakan. Benar-benar, natural. Jelas sekali sajak tersebut berisikan kesah hati yang dirumahkan dalam "kamar" tersebut, sehingga saya bisa memasukinya dan tinggal di dalamnya, tidak hanya itu, saya pun terhibur dengan ucapan "selamat" di akhir. Adakah pesannya? Secara singkat singkat kita semua adalah perindu, yang merindu "menyibak kelam" di "semesta" yang "semata dusta" betapa hal tersebut sesuatu yang tak bisa dibilang sakral ataupun profan. Namun, siapa saja yang melepas "burung" dalam hal ini adalah hati, ke "alir cahya" maksudnya jalan maha kuasa, maka betapapun mengerihkannya "bara liar" kita akan mendapati "nyala damar" di "kamar" mengucapkan "selamat."

 

 

Dalam Kamar 230

 

Tubuhmukah di atas tubuhku

Persis seperti dulu

Seperti akan menjadikan aku kembali berdua

 

Getar bibir memetik katakata

Yang masih jelas kau untai

Di dinding kamar ingatan

 

Begitu tulus

Dalam dosa dan doa

Tubuhmu luka

 

Aku pelita

Kehilangan cahaya

Tubuh nestapa

 

Aku berlari apakah kau disana

ke loronglorong cuma kosong ke padangpadang cuma ilalang ke batubatu cuma batu

kupetik bintang cuma kunangkunang siapasiapa cuma dusta

Setelah itu tinggal bayang

 

Tubuhmu masih di atas tubuhku

Getar bibir : Tuhan jangan kau tinggalkan aku

 

Malang, 201

Saya menyebut sajak di atas sajak manunggaling kawula gusti atau senggama sang hati dengan sang pemilik hati. Betapa jujur penyair membuka kita dengan ungkapannya, "begitu tulus/ dalam dosa dan doa/" tak peduli "tubuh(mu) tuhan luka" kita acapkali serius dalam dosa maupun doa. Tapi betapapun ironis dan paradoksisnya manusia, yakni kita, "getar bibir" dari dalam kamar jiwa, selalu berharap agar persenggamaan antara "aku" dan sang tuhan tidak kenal selesai. secara keseluruhan diksinya pun menawan, walaupun pada baris keempat belas terlalu panjang menurut saya 


Dalam Kamar 045


 

Kumasuki dirimu

Tenggelam ke dasar angan

Seperti seribu tahun

Musafir gila

 

Antara bumi dan langit

Hampa semata

Engkau semata entah

 

Dalam hampa aku merindu

Dalam entah aku menyeru

Semata hanyalah cuma

 

Dirimu ternyata jika

Saat kubuka jendela negri

Jendela hati sarat mimpi

 

Yogya, 2011


Sajak yang ketiga yang memikat saya ini, terlihat singkat dan padat tapi begitu banyak sekat-sekat sehingga bisa melihat berbagai sisi dimensi. namun, saya menangkap bahwa sajak tersebut adalah tentang generasi penerus bangsa, ini mungkin tidak tepat. tapi saya ingin membacanya dari arah tersebut. kita adalah generasi bangsa yang penuh dengan mimpi-mimpi dan harapan yang begitu "masa depan" semua pemuda-pemudi bahkan para tetua yang masih setia tidak mau mengalah-atau lebih tepatnya masih nyari untung, di gedung-gedung yang serupa gudang di sana, kebanyakan hanya wacana "hampa semata" jika kita atau generasi yang mewacana itu tidak melakukan laku "jika" apa maksudnya dari laku jika? adalah usaha untuk mewujudkan "jendela hati sarat mimpi" terse 

Saya bersyukur bisa membaca ketiga sajak Arsyad Indradi penyair yang lahir di Barabai yang menyajikan sajak-sajak yang bombai, dan begitu limbai. Mungkin itu juga karena Arsyad Indradi memang suka terhadap seni tari.

 

Ketiganya, bagi saya memuisi dan memuasi. lepas dari adanya kata-kata yang ejaannya tidak sesuai dengan KBBI. Saya harap Arsyad Indradi terus berkarya! dan sehat selalu. Amin. Berikut ini sajak yang bisa saya tulis dari hasil lenyap pada ketiga sajak di atas tersebut.

 

Umbai

: Kepada Penyair Dalam Kamar a.k.a Arsyad Indradi

 

umbi-umbian masihkah mudah

didapatkan di pelosok-pelosok hutan

yang menjerit-pekik anak-anak itik

di hamparan kalimantan?

 

aku melihat sebuah truk

mengangkut potongan-potongan

pohon berusia tua-lalu aku ingat

kamu berbadan pohon

 

o, banyak sungguh yang tak suka

kata bicara soal daun-daun,

embun-embun kita rabun

lalu membalurkan sabun pada tubuh

agar luruh semangat jatuh

 

tapi aku lihat kau masih setia

memanen rindu pada nyala tetabuhan

dan umbai dari penari di barabai

selalu kaupakai untuk mengajak

jejak agar ingat saat dijejakkan

 

rupanya benar

jangan tanya masih adakah

hingga nyata tak ada

tapi sebelum datang itu hilang

marilah kita menanam sekarang

 

Bogor, April 2012

 

Usup Supriyadi

Salam!"

 Biodata Arsyad Indradi :



Arsyad Indradi, lahir di Barabai tgl.31 Des 1949, disamping menyenangi sastra terutama puisi juga seni tari dan teater. Karya puisinya banyak dipublikasikan baik di media cetak lokal mau pun nasional.

Selalu aktif menghadiri event-event sastra di Kalsel dan Indonesia serta mengikuti Road Show Puisi Menolak Korupsi (PMK) dan Memo Untuk Presiden (MUP) lebih dari 30 kota di Indonesia.

 Antologi Puisi tunggalnya :

1. Nyanyian Seribu Burung ( KSSB, 2006 ),
2. Puisi Bahasa Banjar dan Terjemahan Bahasa Indonesia “Kalalatu “ ( KSSB, 2006 )
3. Romansa Setangkai Bunga ( KSSB, 2006 )
4. Narasi Musafir Gila ( KSSB, 2006 ),
5. Anggur Duka ( KSSB,2009)
6.Puisi Bahasa Banjar dan Terjemahan Bahasa Indonesia “Burinik” (KSSB,2009
7. Antologi Haiku “Tirai Hujan” memuat 1500 haiku, (KSSB,2016)
8. Antologi Puisi “ KAMAR “ Eksplorasi perjalanan musafir rindu. ( Pustaka Banua, 2017 )
9. Antologi Tanka “ Ruang Hening “ memuat 1500 tanka.(2023) 

Penghimpun :
1. Puisi Penyair Nusantara : “ 142 Penyair Menuju Bulan (KSSB,2006)
2. Kumpulan Esai dan Artikel dari beberapa sastrawan Indonesia dengan tajuk : Risalah Penyair  Gila  (KSSB,2009)
3. Buku Melirik Pantun Banjar (2023) 

AntologiPuisi bersama antara lain :

Jejak Berlari ( Sanggar Budaya, 1970 ), Edisi Puisi Bandarmasih, 1972, Panorana (  Bandarmasih, 1972), Tamu Malam ( Dewan Kesenian Kalsel, 1992), Jendela Tanah Air ( Taman Budaya /DK Kalsel, 1995), Rumah Hutan Pinus ( Kilang Sastra, 1996),Gerbang Pemukiman ( Kilang Sastra, 1997 ), Bentang Bianglala ( Kilang Sastra,1998), Cakrawala ( Kilang Sastra, 2000 ), Bahana ( Kilang Sastra, 2001 ), TigaKutub Senja ( Kilang Sastra, 2001 ), Bulan Ditelan Kutu ( Kilang Sastra, 2004 ),Bumi Menggerutu ( Kilang Sastra, 2004 ), Baturai Sanja ( Kilang Sastra, 2004 ),Anak Jaman ( KSSB, 2004 ), Dimensi ( KSSB, 2005 ), Seribu Sungai Paris Barantai  (2006), Penyair Kontemporer Indonesia dalam bhs China (2007), Kenduri PuisiBuah Hati Untuk Diah Hadaning (2008),Tarian Cahaya Di Bumi Sanggam  (2008), Bertahan Di Bukit Akhir (2008),Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009),Konser Kecemasan (2010), Akulah Musi (2011), Sauk Seloka ( 2012), Puisi Menolak Korupsi I ( 2012), Puisi Menolak Korupsi 2a (2013), Lantera Sastra II (2014), Puisi Menolak Korupsi 4 ( 2015), Kata Cookies Pada Musim , (2015), Bunga Rampai Puisi Tifa Nusantara 2, (2015), Memo Untuk Wakil Rakyat,(2015, Musim ke-1 1000 Haiku Indonesia,(KKK,2015),  Anti Terorisme ,(2016), Musim ke-2 1000 Haiku Indonesia,(KKK,2016), Musim ke-3  Haiku Indonesia (KKK.2017) dll 

Anugrah yang pernah diterima :

1. Seni Tari dari Majelis  Bandaraya Melaka   Bersejarah pada Pesta Gendang  Nusantara VII Malaysia (2004), 
2. Seni Tari dari Majelis  Bandaraya Melaka Bersejarah pada Pesta Gendang Nusantara XII Malaysia (2009)
3. Seni Tari dari Walikota Banjarbaru  (2004 )
4. Seni Sastra dari Walikota Banjarbaru  (2010)
5. Seni Sastra dari Gubernur Prov.Kalsel (2010)
6. Anugrah Budaya dari Gubernur Prov. Kalsel (2014)
7. Sastra Dari Yayasan Kamar Sastra Nusantara Kalsel (2014))
8. Pengawas Seni Berprestasi I Kabupaten Banjar dan Provinsi Kalimantan Selatan (2009)
9. Anugerah Sastra dari Tifa Nusantara (2015 )
10.Anugerah Astaprana Utama dari Kesultanan Banjar (2016)
11. Anugrah Seni Budaya ( bidang Sastra ) dari Gubernur Prov.Kalsel (2023) 

Tempat tinggal : Jalan Pramuka No.16 RT 03 RW 06 Kel.Mentaos Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.Email : arsyad_indradi@yahoo.co.id

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 Saya hibahkan beberapa buku dan judul karya Arsyad Indradi ke Perpustakaan-Perpustakaan :

Perpus Prov.Kalsel


Balai bahasa Proov.Kalsel


Perpus Banjarbaru


SMA Neg.1 Bbaru


SMA Neg2 Bbaru












Sabtu, 20 Juli 2024

 Telah Terbit Antologi Haiku " Tirai Hujan " karya Arsyad Indradi. Memuat 1500 Haiku Indonesia



Bersama Maestro Pelukis Misbach Tamrin pada acara Diskusi dan Peluncuran Misbach Tamrin,Eksplanasi jejak dan Konformitas Rupa.di Misbar Banjarbaru, Sabtu,20 Juli 2024



Jumat, 19 Juli 2024

 Di Restoran Jepang - Indonesia, Banjarbaru, Sizukekun, menikmati Takoyaki.



 Pelaksanaan pembuatan Film " Sungai Nafas Kehidupan " Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV Kalimantan Timur









Persiapan pelaksanaan Film Loundry, bersama Garin Nugroho , Aswendy dan Arsyad Indradi dkk. di Banjarmasin. 2 Mei 2023.






 Antologi Puisi KAMAR karya Arsyad Indradi telah terbit :




 Dua buah buku karya Arsyad Indradi telah terbit :

1, Melirik Pantun Banjar

2. Ruang Hening ( 1500 Tanka Indonesia )





Kamis, 18 Juli 2024

 

Palimbaian Kata : Kitab Kumpulan Haiku Ranah Bumi
Haikuku Indonesia MANTRA BUNGKAM

 Mantra Urang Banjar

 Mantra adalah ujar-ujar yang merupakan sumber kekuatan spritual leluhur pusaka Banjar ( Kalimantan ). Pada hakikatnya mantra adalah suatu permohonan kepada yang Maha Kuasa yang disampaikan dengan ujaran yang khas dan dengan gaya bahasa yang khas pula dengan keyakinan yang penuh bagi penggunanya.
 Namun pada zaman sekarang ini mantra mulai langka. Andai pun ada, pemilik mantra merahasiakan keberadaan mantra dan cuma segelintir orang yang memiliki mantra itu pun hanya merupakan warisan kepada keluarga dan orang – orang tertentu. Ini pun tergantung keyakinan pemiliknya.

Bagaimana kalau ditinjau menurut hadis Rasulullah SAW ?

Di zaman sebelum Islam, Umar bin Khatab adalah seorang yang pandai menggunakan suwuk ( mantra untuk pengobatan ). Ketika Umar masuk Islam hal tersebut dia tanyakan kepada Rasulullah SAW. Kemudian Nabi meminta Umar untuk memperdengarkan mantra tersebut. Setelah mendengar, Nabi memberikan batasan sebagai berikut : Selama tidak syirik, silakan dipakai mantra tersebut.
 Setelah masuknya agama Islam di Kalimantan, mantra mengalami perbaikan yakni sebelum membaca mantra didahului dengan ucapan “ bismillah “ dan di akhiri dengan “ berkat Lailahailallah Muhammadurrasulullah “

Ada beberapa jenis mantra menurut penggunaannya, yakni :
Mantra untuk pengobatan, matra kedigjayaan, mantra pekasih, mantra pagar diri dan mantra untuk mencelakai orang lain.
Demikianlah sekilas tentang Mantra Urang Banjar. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
 
Di dalam haiku mantra yang tersusun dalam buku ini tidak disertakan mantra aslinya, tetapi yang ingin mengetahui mantra aslinya maka bacalah himpunan mantra Banjar dalam buku 200 mantra Banjar yang saya himpun.
 Kemudian di dalam buku ini ada beberapa haiku mantra  Banjar ditejemahkan ke dalam bahasa Indonesia tetapi ada juga yang tidak bisa diterjemahkan karena bahasa batin. Oleh karena itu maka diberi catatan agar pembaca dapat memahami maksud (arti) dari haiku mantra tersebut.

Alhamdulillah. Terhimpunnya Haiku Ranah Bumi ini berkat dukungan dari sahabat – sahabat : Diro Ari Tonang ( Presiden Haiku Indonsia) , Endang Kasupardi ( Pengasuh Manra Ranah Bumi Haikuku Indonesia ), Lisbeth Ho, dan lain – lain.
Semoga Allah yang akan membalasnya.
Amin. Amin.

 

  • haisi ( 詩俳句 ) ke-3
  •  
  • Ginjah Kungkurung

  • angin menampur
  • memutih lereng bukit
  • kembang ilalang
  •  
  • entah ke mana enggang
  • bukit kehilangan kehidupan
  • lempung tanah malai retak meranti tak berimba lembah tak berhutan
  • dan uap batubara kian berasap dari bukit dan tebing yang runtuh
  •  
  • balai remain
  • kenduri pitung hari
  • ginjah kungkurung
  •  
  • iiii...laah
  • duh Ning Diwata lelambai kembang lilihi papai minyak likat baburih
  • manyaru dalam layang kukus bahiuk dalam gerincing gelang hiyang tandik balian
  • ginjah kungkurung
  • membuka lawang puncak gunung
  • membuka lawang gua bukit batu
  • membuka lawang lembah riam
  • membuka lawang pohon akar bagantung
  • manyaru hujan
  •  
  • iiiii ... laah
  • duh Mahatara turunlah
  • turunlah ke dalam lalaya tumpang talu
  • pinduduk umbun Dayak Meratus
  •  
  • bukit Meratus
  • aruh ginjah kungkurung
  • menyaru hujan
  •  
  • di tengah balai balian semakin surup
  • di kanan kiri pinjulang dan patati tenggelam dalam kukus kemenyan putih
  • ginjah kungkurung masih tak sudah sampai ke bukit dan lembah
  • sesayup suara enggang menggulung mendung
  • dan di hari yang ketujuh pecah memburai
  •  
  • Banjarbaru, 2022
  •  
  •  

 

Antologi 100 haisi “Sangin Duyung Tanah Meratus”
 
haisi ( 詩俳句 ) ke-2
 
Anak Pialing
 
hujan tak reda
anak anak pialing
menunggu induk
 
pialing bersarang disebatang pohon kelapa yang telah lama tak berdaun batang semakin keropos
angin menggoyang batang kelapa itu
hujan sepanjang hari
air mengalir limpas dari selokan
dalam gemuruh air
suara anak pialing memanggil induknya
 
pohon kelapa
sarang burung pialing
hujan berangin
 
kaca jendela buram tempias hujan
ketika kuusap tiba tiba
tubuhku jatuh melayang di bawah
sebatang pohon maha duka
 
Bjb, 2022

 

 

  • haisi ( 詩俳句 ) ke-3
  •  
  • Ginjah Kungkurung
  •  
  • angin menampur
  • memutih lereng bukit
  • kembang ilalang
  •  
  • entah ke mana enggang
  • bukit kehilangan kehidupan
  • lempung tanah malai retak meranti tak berimba lembah tak berhutan
  • dan uap batubara kian berasap dari bukit dan tebing yang runtuh
  •  
  • balai remain
  • kenduri pitung hari
  • ginjah kungkurung
  •  
  • iiii...laah
  • duh Ning Diwata lelambai kembang lilihi papai minyak likat baburih
  • manyaru dalam layang kukus bahiuk dalam gerincing gelang hiyang tandik balian
  • ginjah kungkurung
  • membuka lawang puncak gunung
  • membuka lawang gua bukit batu
  • membuka lawang lembah riam
  • membuka lawang pohon akar bagantung
  • manyaru hujan
  •  
  • iiiii ... laah
  • duh Mahatara turunlah
  • turunlah ke dalam lalaya tumpang talu
  • pinduduk umbun Dayak Meratus
  •  
  • bukit Meratus
  • aruh ginjah kungkurung
  • menyaru hujan
  •  
  • di tengah balai balian semakin surup
  • di kanan kiri pinjulang dan patati tenggelam dalam kukus kemenyan putih
  • ginjah kungkurung masih tak sudah sampai ke bukit dan lembah
  • sesayup suara enggang menggulung mendung
  • dan di hari yang ketujuh pecah memburai
  •  
  • Banjarbaru, 2022

 

Antologi 100 haisi “Sangin Duyung Tanah Meratus”

 

haisi ( 詩俳句 ) ke-1

 

Rindu Teman Bercinta

 

swara kungaguk

mengantar senja kelam

ke balik malam

 

Duh

Kerinduan siapa yang tumpah kala senja mulai kelam

Rindu suara kungaguk di sepanjang tepi sungai Batu Benawa

Sungai teman bermain kala kanak

Sungai urat nadi kota murakata

Mata menyisir kelamnya senja mencari pohonan luwa

Dulu tempat terjun canda ria ke tubuh sungai

Air pasang memberi dunia kanak kehidupan yang murni

Menyisir kenangan yang tumpah di duka dan di suka

Murakata tanah kelahiran

 

elang merintih

melayang di atas kota

di kala senja

 

Rindu serupa rintih elang terbang di atas murakata kota Barabai

mencari sungai teman bercinta dan letih hinggap di pohon angsana

serupa Diang Ingsun mencari anaknya dengan derai air mata

Sampai di senja kelam tersesat di pintu malam

Ke gua liang hidangan yang rimba yang tiada lagi bertuan

ingui Angui berlumut di dinding batu

Duh

Ke mana rindu di alamatkan

 

sungai t’lah mati

banjir di mana mana

mengepung kota

 

( coda ) :

pelangi senja senyum manis sebuah kota sosok yang rupawan

di derai rimbun daun pohon mahoni di tepi jalan adakah kau di sana

melunas rindu seraut wajah bermata jambon

bening di kelopak anggrek putih yang merekah

 

harum mewangi

anggrek merpati putih

Bandung Borneo

 

murakata, 2022