Jumat, 29 April 2011

Arsyad Indradi

Surat Kepada Jeng Kartini

Setiap april aku tak jemu menulis surat
Dan tak berharap banyak untuk dibalas
Apa yang kutulis serupa curahanhati
Seperti halnya suratmu kepada Abendanon

Di April ini aku masih menulis
Tapi tidak seperti biasanya pada sepucuk kertas
Langit lebih leluasa merajut isi batinku
Dan Laut lebih leluasa mengombakkan maksudku

Mungkin kau merenung suratku bertinta merah
Tinta di telaga sejarah
Yang mengalir dari lubang peluru penjajah
Mengalir dari dada perempuanperempuan perkasa Jeng Kustiyah,
Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Ratu Zaleha dan ribuan perempuan perkasa yang luput dari catatan pekerja sejarah
Mungkin juga kau Jeng tafakur suratku lusuh dan basah
Karena larut di airmata perempuaperempuan malang
Pelacur,TKW,perempuan dalam kardus,perempuan kuning, penyadap karet,buruh kelapa sawit,buruh pabrik,pengemis,perempuan simpanan dan ribuan perempuan yang ternista di negeri yang sudah merdeka ini tetapi kehilangan ruh kemerdekaannya

Tanganmu gemetar membuka cermin hidupmu masa lampau
yang tak berdaya melepas pasungan ningratmu
Dan di dalam bilik peradaban purba menulis beberapa pucuk surat kepada sahabatmu di Belanda
seperti halnya perempuan penyair menulis sajak
menyuarakan hatinurani kaum perempuan
menyuarakan nasib buruk negeri ini

Berkalikali kubaca tulisan penutup suratmu yang kau layangkan padaku Jeng :
Yang lebih pantas hari perempuan bersejarah itu adalah “Hari Ibu”


kssb,21 April2011

Tidak ada komentar: