Lumpur Lapindo

Selasa, 25 November 2008

Buku Arsyad


Dunia kepenyairan punya banyak ‘orang gila’. Salah satunya, Arsyad Indradi Salah satu kegilaan penyair senior Banjarbaru, Kalimantan Selatan, ini adalah rela menjual tanahnya untuk membiayai penerbitan buku antologi puisi. “ Dia sampai harus menjual tanahnya untuk buku itu, “ kata penyair Banjarmasin, Micky Hidayat.Antologi puisi yang dibiayai Arsyad dengan sebidang tanahnya itu memang bukan buku sembarangan. Buku bertajuk 142 Penyair Menuju Bulan yang diterbitkan melalui Kelompok Studi Sastra Banjarbaru ( KSSB ) yang didirikannya itu berisi 426 puisi karya 142 penyair Nusantara sejak yang baru muncul sampai yang paling senior. Termasuk, sajak – sajak presiden penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri.Di tengah tebaran ratusan buku antologi sajak di Tanah Air, kehadiran buku 142 Penyair Menuju Bulan itu tentu menjadi sangat penting, karena merangkum hampir semua penyair Indonesia dari semua generasi. Buku tersebut tidak hanya telah mendokumentasikan karya – karya mereka untuk diabadikan, tetapi juga untuk dapat menjadi rujukan penting penulisan sejarah perkembangan perpuisian di Nusantara. Karena itu, pengorbanan dan dedikasi Arsyad (semoga) tidaklah sia – sia.Selain Arsyad, dunia kepenyairan Indonesia banyak memiliki penyair yang sering menunjukkan pengorbanan dan dedikasi yang luar biasa pada sastra Indonesia. Di Mataram, NTB, misalnya, ada penyair senior Dinullah Rayes, yang sering harus menjual kudanya untuk biaya kegiatan sastra dan mengikuti acara di luar kota. Luar biasanya, meskipun rumahnya belum lama ini ludes terbakar, Dinullah masih saja dengan penuh semangat menghadiri acara – acara sastra di Jawa secara swadaya.
***
Jika inti kepahlawanan adalah kerelaan berkorban untuk bangsanya, maka Arsyad Indradi dan Dinullah Rayes adalah pahlawan sastra. Keduanya rela mengorbankan apa saja untuk ikut memajukan kesastraan bangsanya, tanpa peduli waktu, jarak, dan usia. Apa lagi sekadar berkorban harta, mereka akan rela – rela saja.Karena itulah, ketika menjadi pembicara pada The Ist International Poetry Gathering di Medan tahun lalu, saya sempat mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan penghargaan khusus untuk penyair – penyair seperti Arsyad dan Dinullah. Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film, Mukhlis Pa’Eni, yang saat itu tampil sebagai keynote speaker, menyambut baik ide tersebut. Namun, realisasinya memang masih harus kita tunggu.
( Ahmadun Yosi Herfanda )
Dari : Harian Republika, minggu, 24 Februari 2008 dan http://www.republika.co.id

2 komentar:

ipanks mengatakan...

setuju sekali apa yg dikatakan eyang.

Cangkang mengatakan...

Anda adalah Teladan