Jumat, 07 Mei 2010

MUSEUM SEBAGAI SALAH SATU SARANA UNTUK MENGEMBANGKAN MUATAN LOKAL

Oleh : Drs. Sirajul Huda HM

Pada sebuah seminar ada salah seorang peserta yang juga adalah seorang guru pada sekolah menengah mengemukakan bahwa pada saat ini banyak para murid sekolah yang sudah tidak peduli lagi terhadap budayanya sendiri. Mereka lebih mengenal siapa itu tokoh Peterpan, Raja, atau Padi dari pada siapa Anang Ardiansyah, Ajim Ariyadi,Syamsiar Seman, Bachtiar Sanderta, Ajamudin Tifani, Hijaz Yamani, Justan Aziddin, Rustam AA, Arsyad Indradi dan banyak seniman daerah Kalsel lainnya. Padahal mereka-mereka inilah sebenarnya yang menjadi tokoh musik, teater dan sasterawan di banua Banjar ini. Jauh sebelum lahirnya Ariel. Ian Kasela dan yang lainnya, Anang Ardiansyah sudah berjaya mempopulerkan lagu-lagu Banjar lewat Orkes Rindang Banua dan Anataria. Ketika Rendra masih menjadi crew panggung Ajim Ariyadi sudah menjadi pemeran utama dalam pergelaran teater di Yogyakarta. Apalagi kalau kita berbicara masalah kesenian tradisional kepada generasi muda. Bagi generasi muda hal semacam itu dianggap kampungan, sudah bukan zamannya lagi. Zaman telah berubah kita harus mengikuti perkembangan zaman. Sementara itu diakui atau tidak memang sedikit sekali para budayawan di daerah yang mau menulis tentang budaya kita. Mereka berpendapat bahwa menulis untuk apa kalau tidak bisa diterbitkan. Walaupun dapat diterbitkan kemana mereka harus menjual, sementara sekolah untuk membeli buku harus dari penerbit yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ironis memang. Disatu sisi sekolah memang memerlukan untuk kepentingan muatan local disisi lain buku-buku untuk menunjang proses belajar mengajar untuk muatan local tidak mudah untuk didapatkan.
Kalau sudah demikian apa yang dapat dibanggakan oleh banua kita ini. Hutan sudah gundul, sungai sudah keruh dan kian punah oleh karena pembangunan fisik yang tidak terkendali. Batubara habis dikeruk untuk melayani syahwat kapitalisme, sedangkan budayanya tercerabut dan tercabik-cabik dari pola pikir, perasaan dan pola laku sebagian besar dari pendukungnya. Berbeda dengan masyarakat Jepang yang walaupun ternasuk dalam Negara yang modern namun sikap dan pandangannya terhadap budaya tradisional tidaklah luntur.
Mereka sadar bahwa sejarah perjuangan hidup bangsanya mewarisi kultur unggul kepada generasi mudanya. Lewat kebudayaan inilah bangsa Jepang bisa jadi jaya. Kabuki yang telah berumur ratusan tahun masih digelar dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Upacara minum teh masih terpelihara hingga saat ini. Masyarakat Jepang banyak yang bepergian keluar negeri dan ini memang dianjurkan oleh pemerintahnya. Tapi apa yang dibawa mereka kembali kenegaranya. Tidak lain adalah produk-produk mereka sendiri.
Bagaimana dengan bangsa kita atau kita persempit dengan masyarakat di daerah kita. Karena banyak termakan iklan di televisi khususnya anak-anak muda, mereka merasa tidak lagi keren kalau tidak memakai levis atau merasa tidak gaul kalau tidak biasa memakan pizza.
Untuk mengenalkan kembali budaya, khususnya budaya daerah salah satu anternatifnya adalah “museum”. Museum merupakan jendela budaya daerah di mana museum tersebut berada. Setiap orang asing yang datang mereka pasti mempertanyakan dimana museum, karena dengan melihat museum mereka akan lebih mengenal budaya daerah setempat.
APA ITU MUSEUM.
Museum adalah sebuah lembaga permanent non profit dalam pelayanan masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk public (umum), dimana pengadaan, konservasi, penelitian, penyajian (koleksi), hanya untuk study, pendidikan dan kesenangan (rekreasi) dan mengenai bukti material manusia dan lingkungannya.
Selain itu museum merupakan suatu tempat penting bagi pelestarian benda budaya dan alam yang dijadikan koleksi, di rawat, di jaga dan disajikan bagi kepentingan umat manusia sekarang dan masa yang akan datang.***

4 komentar:

Ivan Kavalera mengatakan...

Di ujung sana mulut besar kapitalisme menganga siap menelan sisa-sisa budaya dari museum-museum..

the butterfly of wolrd mengatakan...

selamat subuh dan selamat menunaikan shalat subuh

the butterfly of wolrd mengatakan...

halo

Arief Rahman Heriansyah mengatakan...

Kita harus selalu mengebudayakan aset wisata banua kita sendiri...

Salam