: Arsyad Indradi
Pada tahun 1602,di mana pemerintahan shogun Tokugawa
Ieyasu di Edo (Tokyo), berkembanglah Haikai No Renga sajak yang
berpola 5-7-5-7-7-, yakni sejenis puisi berantai. Di batang tubuh Rengga ini tedapat
dua bagian.
Bagian pertama adalah hokku, yang berfungsi sebagai sajak
pembuka dan mencerminkan keseluruhan ini. Bagian kedua adalah haikai. Yang
merupakan bagian isi yang berupa sajak
berantai dimana biasanya berisi perihal keagamaan atau kehidupan istana. Haikai
bisa mencapai 100 hingga 200 bait.
Haikai No Renga hingga abad ke-17 sangat popular di
Jepang yang sering dipertunjukkan di istana kaisar dan di dalam prlombaan.
Tetapi seiring perkembangan zaman di tahun 1890an (abad
ke -20) , seorang sastrawan Jepang bernama Masaoka Shiki, menggagas melepaskan
Hokku dari rangkaian sajak Haikai No Renga. Maka dikenallah nama Haiku, yang menjadi sajak
bebas yang berdiri sendiri.
Sejak itulah haiku jadi popular di Jepang. Karena
sebagian besar penyair Jepang
lebih mudah menuangkan gagasan dalam tiga baris haiku
yang singkat, daripada menulis puisi panjang.
Walaupun hokku (haiku) melepaskan diri dari Haikai No
Renga, namun masih berpegang pada ketentuan berpola baris pertama 5 suku kata,
baris kedua 7 suku kata dan baris ketiga 5 suku kata, yang ketiga barisnya itu
berjumlah 17 suku kata. Dalam haiku
masih terjaga kigo dan kirejinya.
Di samping yang berpola
5-7-5 ada juga yang memakai pola 5-5-7 dan 7-5-5 yakni haiku yang dinamakan “kumatagari”. Tetapi umumnya memakai pola
5-7-5.
Haiku ternyata bukan saja populer di Jepang tetapi
popular juga ke Negara lain di dunia termasuk juga di Indonesia.****
Salam Haiku Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar