Lumpur Lapindo

Selasa, 24 November 2015

Menggali Nuansa Kataknya Matsuo Basho


: Arsyad Indradi

Haiku merupakan puisi yang berasal dari Jepang dan tumbuh di Indonesia, adalah salah satu kegiatan kreatif karya seni yang mampu  mengekspresikan kesadaran orang akan suatu pengalaman dengan diksi yang ditata dengan cermat dan mampu disampaikan dengan 17 suku kata, berpola 5 – 7 -5 dalam tiga baris sebagai seni yang indah.

Pada awalnya haiku adalah renga yang memiliki pola 5 – 7 – 5 – 7 – 7 yang populer pada abad ke 17. Namun dalam perkembangaannya penyair-penyair Jepang merasa jenuh menulis puisi yang panjang dan dipaksa menurut pakemnya. Maka banyak yang suka menulis puisi dengan mengambil pembuka dari renga itu yaitu pola 5-7-5 dan seterusnya populerlah yang dinamakan hokku atau haiku.
Salah satu penyair Jepang yang bergiat haiku pada waktu itu adalah Matsuo Munefusa tetapi terkenal dengan nama Matsuo Basho. Dia dilahirkan pada tahun 1644 di Ueno di daerah yang terletak di propinsi Iga.

Nama tersebut diberikan oleh muridnya karena disekitar pondok kecil tempat Matsuo Basho banyak  tumbuh pohon pisang. Dalam bahasa Jepang, Basho diartikan sebagai “ pohon pisang “. Sehingga nama Basho merupakan julukan yang diberikan oleh orang – orang di sekitarnya.
Basho  wafat pada November 1694 pada usia 50 tahun. Banyak karya haiku yang ditulis Matsuo Basho, salah satunya yang sangat terkenal adalah haiku “katak” nya.

Ada beberapa versi terjemahan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, kita ambil salah satunya.

Furuike ya                             
Kawazu Tobikomu               
Mizu no oto 

old pond
a frog leaps in
water’s sound

Sebuah kolam tua
seekor katak melompat ke dalamnya
plung

Membaca dan menghayati haiku “katak”nya Basho ini sangat terasa suasana lingkungan yang hening. Sunyi senyap. Yang diciptakan oleh “kireji” baris ketiga yaitu diksi  “plung”.
Kalau kita simak dan kita teliti di batang tubuh haiku “katak” ini, Basho tidak menggunakan “kigo” sebagai penanda musim atau pun penanda waktu, tetapi Basho memanfaatkan “Sabi” yakni nuansa ketenangan, dan keindahan dari kesunyian.

Basho menerapkan nilai “zen”. Di mana pada waktu itu Basho di bawah arahan Bucho, seorang pendeta Zen yang tinggal di kuil Chokeji.

Dalam hemat saya walau Basho tidak menggunakan kigo sebagai penanda musim atau pun penanda waktu, namun sabi dimanfaatkan sebagai kigo yakni penanda nuansa.

Demikian sekilas tentang haiku “katak”nya Basho yang sungguh pandai menciptakan suasana kekeningan dan kesunyian yang indah.

Semoga bermanfaat
Salam Haiku Indonesia.



Bagaimana Menuliskan Partikel lah, kah, tah dan pun yang Benar.


: Arsyad Indradi

Sering kali kita tidak cermat menuliskan partikel dalam tulisan yang kita tulis. Ada beberapa  petunjuk untuk menuliskan partikel yang benar, yaitu :

1. Parikel : lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
-lah seperti : adalah, bukanlah, tulislah dll.
-kah seperti : buankah, apakah, siapakah, dialah dll
-tah seperti : apatah, siapatah.

2. Partikel : pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya, seperti : apa pun, itu pun,  di mana pun, kapan pun, pulang pun, satu kali pun, saya pun dll.

3. Partikel pun serangkai menuliskannya apabila kelompok kata itu dianggap senyawa, seperti : sungguhpun, andaipun, bagaimanapun, biarpun, adapun, meskipun, sekalipun, kendatipun, walaupun.

4. Ada juga partikel “per” yang bermakna “mulai” atau “ demi” atau “tiap”, menuliskannya terpisah dari bagian kalimat yang mendahuluinya atau mengikutinya, seperti :  satu per satu, per 10 Januari dll.

Semoga bermanfaat

Salam Haiku Indonesia.

PENULISAN KATA DEPAN “DI”,”KE”, DAN, DAN AWALAN “DI-” DAN “KE-“ ?


(Berguna untuk menuliskan haiku )

: Arsyad Indradi

Terkadang kita tidak cermat penulisan “di”, “ke”, sebagai awalan dan “di”, “ke” dan “dari” sebagai kata depan (preposisi).

1) Penulisan “di-“ dan “ke” sebagai awalan yang harus ditulis serangkai. Contohnya “dimakan” bukan “di makan”. “Kepada” bukan “ke pada”

2) Penulisan “di” dan “ke” dan sebagai kata depan (preposisi) :

a). “di” penunjuk tempat (arah)  yang harus ditulis terpisah. Contohnya "di meja" bukan "dimeja" dan "di mana" bukan "dimana".

b). "di" yang menunjukkan waktu. Penulisannya pun dipisah. Misal, "di musim hujan", "di saat matamu terpejam", "di malam hari".

c). Kata "di" bisa juga disambung saat penggunaan menjadi kata sifat bukan kata petunjuk/tempat.
Di indah bola matamu kulihat sepercik derita, dimana dulu aku pernah melihatmu ceria.

d). “ke” penunjuk tempat (arah) yang dituju yang harus ditulis terpisah. Contoh “ke  mana” bukan “kemana”

3) Cara mudah untuk memisahkan fungsi keduanya adalah dengan melihat jenis kata yang terbentuk: Jika menjadi kata kerja pasif, itu berarti harus ditulis serangkai dan jika menjadi penunjuk tempat atau lokasi, itu berarti harus ditulis terpisah.

4) Kata berawalan “di-“ bisa diganti dgn awalan “me-“. Jadi kalau ada kata “disapu” bisa diganti dengan “menyapu”, “di-“ pada kata “disapu” ditulis serangkai. Kalau kata depan “di” tidak bisa diganti dgn awalan “me-“.

Semoga bermanfaat
Salam Haiku Indonesia.



Bagaimana Pemenggalan Suku Kata Pada KataYang Berimbuhan ?


(Berguna untuk menulis haiku )

: Arsyad Indradi

Kata berimbuhan ( afiksasi) adalah bentuk  kata jadian dengan menambahkan (afiks) pada kata dasar. Dalam bahasa Indonesia terdiri :

1) Prefik (awalan) yaitu : me-,ber-,pe-, per-,di-,ke-, ter-,se-, Seperti dalam kata ; melayang (me-la-yang), meratap (me-ra-tap), berdiri (ber-di-ri), penari (pe-na-ri), perlebar (per-le-bar), dirawat (di-ra-wat), kekasih (ke-ka-sih), terkejut (ter-ke-jut), senasib (se-nasib) dsb.

2) Infiks (sisipan) yang letaknya di antara bunyi/suku kata dasar, yaitu : -em-,-el-,-er-. Pemenggalan suku katanya berdasar pada bunyi.  Seperti dalam kata ; gemilang (ge-mi-lang), telunjuk (te-lun-juk), gerigi (ge-ri-gi), gelembung (ge-lem-bung ), serabut ( se-ra-but ), jemari (je-ma-ri) dsb.

3) Sufiks (akhiran), yaitu : -an, -I,-kan. Seperti dalam kata ; impian (im-pi-an), jumpai (jum-pa-i), ratapi (ra-tap-i) , selingkuhi (se-ling-kuh- i) tunjukkan (tun-juk-kan), maafkan (ma-af-kan) dsb.

4) Simulfiks (1) (kombinasi awalan dengan awalan) yang letaknya di depan kata dasar, yakni: memper-, seper-, seke-, diper- ; Misalnya mempertinggi (mem-per-ting-gi), seperdelapan (se-per-de-la-pan), sekehendak (se-ke-hen-dak), diperluas (di-per-lu-as) dsb.

5) Simulfis (2) (kombinasi awalan dengan sisipan), seperti : menggelegar (meng-ge-le-gar), bergemuruh (ber-ge-mu-ruh) dsb.

6) Simulfiks (3) (kombinasi awalan dengan akhiran, yakni : me-kan, me-an, me-i, ter-kan dsb. Seperti dalam kata ; menamakan (me-na-ma-kan), kedudukan (ke-du-duk-an), melebihi (me-le-bih-i), terabaikan (ter-a-bai-kan) dsb.

7) Simulfiks (4) (kombinasi awalan,sisipan dan akhiran), misalnya ; bergemerlapan (ber-ge-mer-lap-an) dsb.

8) Simulfiks (5) (kombinasi awalan,awalan dan akhiran), memperbaharui (mem-per-ba-ha-ru-i), keterlaluan (ke-ter-la-lu-an), dipertentangkan (di-per-ten-tang-kan), berkemauan (ber-ke-mau-an), dsb.

9) Konfiks adalah imbuhan-imbuhan yang langsung  membentuk kata berimbuhan dalam satu tahap saja. Misalnya : ke-an pada bentukan kata “kedudukan”. Tahap pembentukannya tidak melalui “keduduk” atau “dudukan”, melainkan langsung “kedudukan”.

Catatan : Pada dasarnya setiap imbuhan adalah satu suku kata.

Semoga bermanfaat.
Salam Haiku Indonesia.


BAGAIMANA PEMENGGALAN SUKU KATA PADA DIFTONG DAN NON DIFTONG PENULISAN HAIKU ?


: Arsyad Indradi

1) Diftong  yakni dua vocal berdampingan yang senyawa (padu).
Seperti kata hai,hai-lai, le-bai, ke-le-dai, sau-da-ra,  au-di-si, au-la,lam-pau, ke-ma-rau, su-rau, ke-mi-lau,ha-ri-mau, a-hoi, am-boi, se-poi  dll. Seperti juga  hai-ku dalam bahasa Jepang.  Dan juga semua imbuhan (frefik,infik,sufik) satu suku kata contoh  mem-ba-ca, me-nan-da-I, di-war-na-I, mu-la-I,pe-la-ri-an,ge-men-tar, ge-le-tar , ge-ri-gi, dll.karena kata dasarnya adalah baca, tanda, warna,mula,lari, gentar, getar,gigi, dll .  
2)  Yang bukan diftong  yakni vocal damping (vocal rangkap)
Seperti :  ia,ua,iu,ai, aa, dan au, yang terdapat pada kata ki-an,ku-at,ka-it,si-ul, sa-at, la-ut dll. Mengapa vocal rangkap tersebut dapat dipisahkan ? Karena dua vocal tersebut diapit oleh dua konsonan.
3) Hanya terdiri dari satu huruf  satu suku kata seperti a,I,o,u,e yang terdapat pada a-wan, a-kan,a-da, a-mal, a-kal, a-ni, a-rung, i-si, i-de,  i-di-ot, i-do-la, i-da-man,i-gau, o-tak, o-nar, o-leh,o-leng,u-kur,u-lar,u-las, ekor, e-lok, e-nau, e-rang dll. Karena  vocal tersebut di belakang kondonan.
4) Satu kata satu suku kata yang termuat di KBBI baik sebagai kata dasar,seruan,panggilan  dsb. seperti : ah, ih,oh,oi,om,on,ons,ong, kok,ohm, nun, nan, yang, tak, tik, waw,bar,bas, nah,not,nur, rel, ras,rang, ram,rok, roh,ruh,roi,rol,rong,rum,soe, sok,sol, tang, tong,tank,bank,bang, suf,suh,suk,sun,cat,sah,syah,syak,syal,syam,tah,tar,tas,rak,tol,tau,tust,ter,teh, teks,tem,tib, tim,wah, dll.
5) Di dalam haiku  kiranya sangat diperlukan juga berupa tiruan bunyi seperti : tam, plak,pluk,plup,dor,tar, ting,tang,tong,hap,hup,sir,sur, duk dll. Dan ini satu suku kata.
6) Bagaimana dua vocal  ia, au,yang terdapat pada kata Indonesia, Malaysia, Romania,dahlia,kurnia,mau dll.?
a) Kata “Indonesia” pemenggalan suku katanya berdasarkan birama atau ketukan pada sebuah pastitur atau aransemen lagu. Jadi pemenggalan suku katanya : In-do-ne-sia  ( 4 suku kata ).
Begitu pula kiranya Ma-lay-sia ( 3 suku kata), Ro-ma-nia (3 suku kata ), dah-lia (2 suku kata), kur-nia (2 suku kata),dll.

b) ) Kata “Indonesia” yakni  “ia” non diftong maka “ia” dipisahkan :  In-do-ne-si-a (5 suku kata). Hal ini antara keduanya tidak mengubah arti. Keliru jika pemenggalannya “In-do-nes-ia”.
c) Sedangkan kata “mau” harus dilihat dulu kontek dan pengucapannya jika kata harimau maka” ha-ri-mau”,” ha-ri-mau be-lang” dan tidak lazim  “ha-ri-mau hu-jan”, untuk membedakan “mau” adalah pengucapan “ha-ri-ma-u hu-jan, A-mir ma-u man-di.
Di KBBI “mau” adalah kata dasar yang adverbia bersuku kata satu suku kata. Dan “kau” satu suku kata yakni pronoun dari kata “engkau”.
Jadi untuk membedakan apakah diftong atau non diftong itu yakni beradasarkan fonetis (pengucapan) dan ejaan (pemenggalan suku kata).

Salam Haiku Indonesia.


Mengapa risau terhadap Kigo di Haiku ?


: Arsyad Indradi

Mengapa keberadaan kigo  yang sebagian orang sering dijadikan alibi, yang beranggapan bahwa haiku itu terkesan monoton, datar,  kaku  dan  kurang keindahan gaya ungkapnya.  Coba sebentar kita melirik terhadap pantun. Apakah sampiran pada pantun itu monoton atau terkesan kaku ? Apakah jadinya kalau pantun tidak bersampiran ? Juga apa jadinya kalau syair tidak memiliki rima yang sama ? Kembali kepada haiku yang banyak orang perbincangkan tentang kigo. Pendapat saya kigo memang mutlak karena kigo merupakan ciri haiku. Kireji juga ciri haiku. Nah apa perlu kita menjadi risau ? Sesungguhnya ini tergantung sipenulis haiku itu sendiri. Apakah ia memahami ,pandai, terampil terhadap kigo yang merupakan mutlak pada haiku. Penanda musim di Jepun berbeda dengan penanda musim di Indonesia. Di Jepun mengenal musim semi dan musim rontok (gugur,salju). Di Indonesia mengenal musim hujan dan musim kemarau. Bahkan banyak sekali sub penanda musim itu di Indonesia. Walua pun di Indonesia tidak ada memiliki saijiki (daftar tentang musim) seperti di Jepun, namun kita mengetahui di Indonesia ada musim hujan dan musim kemarau dengan beberapa sub kigonya antara lain :
- Penanda waktu misalnya pagi, siang, sore, malam, dini hari,senja.
- Penanda alam misalnya hewan, ungags dan serangga.
- Penanda momen-momen seperti hari raya, hari besar, hari peringatan.
- Penanda peristiwa budaya, suasana (periodik) seperti pesta layang-layang, Agustusan, serba baduy, Muludan, Ramadhan, musim akik, Seren Taun dan lain-lain.
Jadi dengan demikian bagi saya tentu tidaklah menjadikan risau terdahap terhadap kigo.

Lalu bagaimana menuliskan haiku yang mesti ada kigo itu ? Kita pun jangan risau sebab kita bisa kita tuliskan secara :

Kigo yang implisit dan kigo secara eksplisit.
- Kigo implisit seperti tongrek berbunyi (penanda musim kemarau), lelewa terbang (penanda malam), suara kodok ( penanda musim hujan ), Sumpah Pemuda (penanda suatu momen), embun menetes (suasana pagi), surya tenggelam (penanda waktu senja), Fajar menyingsing ( penanda dini hari/pagi) bunyi burung hantu ( malam sunyi ) dan lain-lain.
- Kigo yang eksplisit, seperti malam sunyi, panas menggantang, hujan turun, gerimis pagi dan lain-lain.
Sebagai contoh :

Haiku yang kigonya secara implisit :

Cahaya bulan
Mekar bunga flamboyan
Di dalam taman

Haiku yang kigonya secara eksplisit :

Malam gulita
Membentang tirai hujan
Kota terlelap

Jadi kesimpulannya, tergantung kepada si penulis haiku itu sendiri  untuk memahami,pandai dan  terampil terhadap kigonya.
Mengapa meski risau ?


Bagaimana menulis Haiku ?


I. Haiku

1. Pola suku kata (patron) 5-7-5 yakni baris pertama 5 suku kata, baris kedua 7 suku kata
dan baris ketiga 5 suku kata. Tiga baris ini berjumlah 17 suku kata.

2. Mengandung “Kigo” (penanda musim dan waktu) dan “keriji” (pemotongan kata).
Penanda musim ini seperti musim hujan, musim kemarau, musim panas, waktu sore, waktu senja, waktu pagi dll.

3. Tidak berjudul

4. Tidak bertitimangsa

Contoh :

surut mentari
burung pulang ke sarang
senja bertasbih

Merenung bintang
Merenda langit malam
Seraut wajah

Di daun anggrek
Embun pagi menetes
Bunga merekah


II. Haiku berjenis Sanryu
Pada dasarnya sama dengan haiku klasik , tetapi hanyalah terletak pada perluasan garapan objek dan perluasan kigo saja.seperti perluasan suasana, peristiwa dll.
Sanryu lebih santai, humor,  unik, satire dan kritik sosial.

Contoh :

Di mana ibu
Letih sudah mencari
Di hari ibu

Kue kelepon
Gula muncrat ke luar
Sangkut di kumis


III. Haiku Indonesia yaitu  haiku klasik, sanryu atau pun haiku modern yang  tumbuh dan  berkembang di Indonesia.

Haiku Indonesia :
1. Memotret : suasana , situasi, peristiwa dll. 

2. Menuangkan berupa : sensasi pikiran, kias,daya imaji, metafora, kekuatan diksi, dan  tidak harus membentuk kalimat di antara barisnya.

3. Memiliki rasa bahasa keindonesiaan dan beragam kebudayaan.

Ingin menulis Haiku Indonesia ? Silakan.



Apakah Haiga (俳 画 ) Itu ?


: Arsyad Indradi

Haiga ( gambar haikai ) adalah grafis yang merupakan ilustrasi dari haiku. Dan grafis ini senyawa dengan makna haikunya, dengan kata lain grafis berfungsi menunjang kekuatan haiku itu. Biasanya grafis dibuat oleh penulis haiku (haijin) itu sendiri. Grafis bisa berupa photo, photo yang dimodefikasi (editan) atau lukisan.

Apakah haiku harus ada grafisnya ?
Tidak mengharuskan haiku punya grafis. Tetapi sangat bagus jika haiku bergrafis. Tentu grafisnya itu benar-benar menunjang kekuatan haiku itu.

Grafis yang baik manakala setelah ditulis haikunya. Sebab haiku lahir dari lubuk hati yang paling dalam, setelah berkontemplasi dengan alam, bersinggungan dengan alam. Kita menghindari apa yang disebut dengan haiku gambar.*****


APAKAH ITU HAIKU, SENRYU DAN HAIKU MODERN ?


: Arsyad Indradi

Ada yang mengatakan bahwa haiku dan senryu itu, serupa tapi tak sama.Ada juga yang mengatakan bahwa haiku dan senryu itu  berjenis sendiri-sendiri.  Haiku suatu puisi  sangat serius, langitan, kontemplatif , lebih mengutamakan kualitas kata dan kedalaman makna,  terikat dengan kigo ( penanda musim). Sedang  senryu jenis puisi yang lebih santai, humor,  unik, satire dan kritik sosial.
Bagaimana senryu di mata haikus yang panatik dengan haiku klasik seperti  Matsuo Basho (1644–1694), Onitsura (1661–1738), Yosa Buson (1716–1783) dll. Mereka tidak mengakui senryu  adalah haiku. Sebab haiku merupakan bentuk puisi elit yang serius oleh kaum haijin.

Puisi senryu dikembangkan oleh seorang pujangga bernama Karai Senryuu,  seorang pejabat pemerintah di daerah Asakusa Edo (sekarang Tokyo), sebagai kepala desa di depan kuil Ryuhouzia, sebagai seorang hakim di Maekuzuke.  Karai Senryu tidak puas dengan haiku yang ada itu karena bersifat statis dan monoton. Karai keluar dari tradisi haiku itu. Tetapi Sakai tetap berpegang pada prinsif bentuk dasar haiku yakni  terdiri dari tiga baris, berpola 5-7-5 dan berjumlah 17 suku kata. Jenis senryu ini banyak pengikutnya di Jepang.

Haiku yang tumbuh ratusan tahun itu, terjadi pergolakan  yakni adanya  perkembangan  zaman. Muncul seorang haikus bernama Masaoka Shiki (1867-1902) yang merupakan seorang pembaharu yang merevolusionerkan haiku Jepang menjadi haiku modern. Menurut Shiki, haiku harus dibebaskan dari formalisme dan seni yang dibuat-buat.

Kalau kita menelusuri sejarah perkembangan haiku di Jepang maka  Masaoka Shiki sama-sama pembaharu haiku dengan Karai Senryu. Bedanya Masaoka Shiki lebih ekstrim.  Itu pun karya-kaya dari Masaoka Shiki dikataka orang jenis senryu.

Bagaimana haiku yang menyebar ke seantero dunia  ?  Kalau haiku di Negara lain seperti Amerika, Rusia, Italia, Pilipina, Inggris dll.tentu menyesuaikan dengan struktur dan gramatika dari Negara tersebut. Tak ketinggalan juga Indonesia.

Lalu kita bertanya apa beda penyebutan haiku, senryu dan haiku modern ? Setelah melihat perkembangan dari haiku, tidak ada perbedaan yang mendasar antara haiku, senryu dan haiku modern. Sama-sama  memegang  prinsif bentuk dasar haiku yakni  terdiri dari tiga baris, berpola 5-7-5 dan berjumlah 17 suku kata Kecuali haiku modern bisa kepola lain misalnya 5-5-7, 7-5-5 dsb.  Perbedaan haiku, senryu dan haiku modern  tidak begitu mendasar hanyalah terletak pada perluasan garapan objek dan perluasan kigo saja.seperti perluasan suasana, peristiwa dll.*******


Salam Haiku Indonesia.

Asal Usul Haiku Berpola 5 – 7 – 5


: Arsyad Indradi

Pada tahun 1602,di mana pemerintahan shogun Tokugawa Ieyasu di  Edo (Tokyo),   berkembanglah Haikai No Renga sajak yang berpola 5-7-5-7-7-, yakni sejenis puisi berantai. Di batang tubuh Rengga ini tedapat dua bagian.

Bagian pertama adalah hokku, yang berfungsi sebagai sajak pembuka dan mencerminkan keseluruhan ini.  Bagian kedua adalah haikai. Yang merupakan  bagian isi yang berupa sajak berantai dimana biasanya berisi perihal keagamaan atau kehidupan istana. Haikai bisa mencapai 100 hingga 200 bait.
Haikai No Renga hingga abad ke-17 sangat popular di Jepang yang sering dipertunjukkan di istana kaisar dan di dalam prlombaan.

Tetapi seiring perkembangan zaman di tahun 1890an (abad ke -20) , seorang sastrawan Jepang bernama Masaoka Shiki, menggagas melepaskan Hokku dari rangkaian sajak Haikai No Renga.  Maka dikenallah nama Haiku, yang menjadi sajak bebas yang berdiri sendiri.
Sejak itulah haiku jadi popular di Jepang. Karena sebagian besar penyair Jepang
lebih mudah menuangkan gagasan dalam tiga baris haiku yang singkat, daripada menulis puisi panjang.

Walaupun hokku (haiku) melepaskan diri dari Haikai No Renga, namun masih berpegang pada ketentuan berpola baris pertama 5 suku kata, baris kedua 7 suku kata dan baris ketiga 5 suku kata, yang ketiga barisnya itu berjumlah 17 suku kata.  Dalam haiku masih terjaga kigo dan kirejinya.
Di samping yang berpola  5-7-5 ada juga yang memakai pola 5-5-7 dan 7-5-5 yakni haiku yang dinamakan  “kumatagari”. Tetapi umumnya memakai pola 5-7-5.

Haiku ternyata bukan saja populer di Jepang tetapi popular juga ke Negara lain di dunia termasuk juga di  Indonesia.****


Salam Haiku Indonesia.

Apa Itu Haiku ?


: Arsyad Indradi

Haiku atau hokku  adalah puisi pendek dari  Jepang yang muncul di akhir zaman Muromachi, namun berkembang ketika memasuki zaman kinsei (disebut juga sebagai zaman Pra Modern). Zaman ini dimulai pada tahun 1602 yakni, sejak shogun Tokugawa Ieyasu sebagai pemegang tampuk pemerintahan memindahkan pusat pemerintahan ke Edo.  Pelopori haiku adalah Matsuo Basho (1644-1694), Onitsura (1661–1738), Yosa Buson (1716–1783), Kobayashi Issa (1763–1827) dll.

Puisi pendek yang bernama Haiku ini  terdiri tiga baris menggunakan pola  5-7-5, yaitu :  pada baris pertama 5 suku kata, baris kedua 7 suku kata dan baris ketiga  5 suku kata, semua baris itu berjumlah 17 suku kata. Haiku ini merupakan haiku klasik, karena ketat dengan ketentuan yang ada pada zaman itu. Haiku klasik ini tidak mengenal judul. Di dalam haiku harus mengandung  kigo yaitu penanda musim dan kireji adalah kata yang dipakai untuk memotong frase atau berfungsi sebagai pemenggal ungkapan.

Dalam perkembangannya, orang Jepang sendiri tidak merasa puas dengan haiku klasik, karena, bahasa dan isi yang terkandung dalam haiku tidak lagi sesuai dengan pesatnya perkembangan zaman. Banyak orang tidak lagi mengikuti haiku klasik. Mereka mengganggap bahwa haiku klasik yang punya aturan baku, terkesan kaku dan palsu. Mereka memilih dan mengikuti aliran Masaoka Shiki (1867-1902) yang merupakan seorang pembaharu yang merevolusionerkan haiku Jepang menjadi haiku modern.


Haiku mulai tersebar di seluruh dunia setelah berakhirnya Perang Dunia Ke-2 yakni   pada awal abad ke 20. Dalam tahun 1905, sebuah antologi haiku dalam bahasa Perancis telah terbit. Setelah itu, haiku terus berkembang ke negara Eropa yang lain. Akhirnya ke Amerika Serikat, Brazil dan tempat-tempat lain, di negeri-negeri Amerika Latin.