Lumpur Lapindo

Selasa, 30 November 2010

Kuda-Kudaan Kerajinan Rakyat Barikin

Barikin adalah salah satu Desa dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Walau pun globalisasi terus bergulir dengan dahsyatnya namun bagi rakyat Barikin tradisi turun temurun masih erat dipegang tanpa pernah longgar. Tradisi ini adalah memproduksi mainan anak-anak yakni "kuda-kudaan" dari bahan kayu yang relatif murah dan dikerjakan secara manual, tapi sungguh luar biasa menariknya,tak kalah dengan mainan produksi pabrikan. Mainan Kuda-Kudaan ini dijual disepanjang tepi jalan (di halaman rumah pemiliknya ). Setiap hari mobil yang melintas baik dari arah Banjarmasin mau pun dari Hulu Sungai yang paling hulu, ada saja yang turun membeli mainan ini. Sangat menggembirakan adalah pembelinya ada juga ibu-ibu pejabat atau orang-orang kaya. Harga seekor kuda ini mudah terjangkau,kudanya kuat tahan bantingan,warnanya beragam dan menarik,pokoknya artistiklah. Aku pikir andaikata mainan kuda-kudaan ini merupakan salah satu mainan di sekolah Taman Kanak-kanak di Kalsel ini akan lebih membantu ketangkasan bagi anak-anak TK, dan juga pemerintah daerah ikut menujnang dan melestarikan kelangsungan hidup usaha kerajinan rakyat ini. Apa kabar Bapak Gubernur,Bapak Bupati dan Walikota, Dinas Pendidikan, Dinas Perindak, Dinas Porbudpar, apakah pernah singgah di kedai “kuda-kudaan “ Barikin ?** Arsyad Indradi.



Kamis, 25 November 2010

PELAJARAN SENIBUDAYA SEKOLAH MENENGAH DI KALSEL MEMPERIHATINKAN.

Sejak dulu sampai sekarang sekolah menengah di Kalsel sangat sedikit memiliki guru mata pelajaran seni budaya, sehingga mata pelajaran Seni Budaya banyak diberikan kepada guru yang bukan faknya. Jadi wajar jika guru tersebut sering mendapat kesulitan untuk membimbing, memberi contoh dalam praktik mata pelajaran tersebut. Apa lagi jarang sekali ada penataran, workshop atau pelatihan.. Tetapi ada juga sekolah yang maju seni budayanya walau pun mata pelajarannya dipegang oleh guru mata pelajaran lainnya, karena guru tersebut.menyenangi seni dan selalu bergaul dengan pakar seni atau seniman, rajin mengikuti setiap perubahan kurikulum, aktif menyusun RPP. Kepala sekolah dan orang tua murid ikut membantu dan menunjang keperluan kemajuan seni budaya di sekolahnya.Selanjutnya klik disini

Minggu, 14 November 2010

Kritik Sang Penyair Gila

Cuplikan Harian Media Kalimantan, 9 Nov 2010.
........................................................
Salah satu seniman yang getol menyuarakan isu lingkungan ini adalah Arsyad Indradi. Ia cukup dikenal luas di kalanagn seniman, baik tingkat daerah maupun nasional. “ Saya sudah merasakan adanya ketidakbersahabatan alam dengan manusia itu yang membuatnya menciptakan puisi dengan judul : Tafakur Memandng Waduk Riam Kanan”. Puisi tersebut pernah dibacakan pada sebuah even di halaman Kantor Pemkab.Banjar tujuh tahun lalu,namun tidak ada tanggapan. “Saya sebenarnya hanya memperingatkan bukan mengkritik”, ungkap Arsyad kepada MK dalam perbincngan ringan di kawasan Lapangan Murjani Banjarbaru,Senin (8/11 hendra).

Tafakur Memandang Waduk Riam Kanan

memandang permukaan wajahmu begitu tenang
langit yang terapung di atas membiaskan spektrum
kehidupan dan mengalir dari bibir bendunganmu
gemuruh di tubuh sungai
entah berapa kampung, dusun, kebunkebun, ladangladang
dan hutanhutan yang merelakan kau lahir
dengan sempurna di lembahlembah hijau
gununggunung yang menopang tubuhmu
dari segenap penjuru yang tak pernah terdengar keluh
dan orangorang tak pernah sepi datang ke sini
menimba kehidupan yang kau berikan
aku memandang pucukpucuk pinus yang berderai
entah apa terbaca hatimu
semacam memendam ribuan rahasia yang belum pernah
siapa pun mau menerjemahkannya
atau orangorangkah yang tak mau jauh berpikir sampai ke sana
tahunketahun senantiasa musim tak menentu
yang selalu lepas dari prakiraan cuaca
dan sungguh kau semakin merenta jua
guratanguratan semakin nampak di keningmu
karena lukaluka ini semakin menganga
aku pernah mengingatkan hal ini kepada orangorang
seperti yang pernah kau ajarkan padaku
tapi mungkin kepercayaan ini begitu purba
di halayak zaman penuh pesona
masih juga wajahmu begitu tenang
tapi ombakombak di wajahmu terus juga melayarkan
bayangbayang kegelisahanku
pada bendunganmu yang meneteskan darah di mataku
dan gemuruh di tubuh sungai
meluap sampai kesegenap penjuru
karena gunung tak berhutan lagi
bukitbukitbatu telah menjadi material jalanan
rumah pemukiman atau gedunggedung bertingkat
membayangkan kau tak mampu lagi menampung
guyuran hujan yang berkepanjangan dan loncatan air
dari lerenglereng perbukitan sedang bendunganmu
kian keropos dimakan zaman
membayangkan peristiwa duka yang tak hentihenti
entah berapa kampung dusun bahkan kota ini
dengan penghuninya akan musnah tiada tersisa
dalam muntahan bendunganmu yang teramat mengerikan
membayangkan sebuah kota yang bernama serambi mekah
dalam riwayat yang menyedihkan

masih tersimpan dalam ingatan
sebuah tangis pertama ketika kau lahir
menulis hari kelahiranmu di tebingtebing gunung
dan menulis perhentian hidupmu di lembahlembah
langit dan pepohonan hijau dan bukitbukit batu
saksi sejarah dari sumber hidup dan kehidupan
tapi juga sumber dari petaka
orangorang selalu meratap setelah bencana
tapi adakah yang peduli mengapa terjadi bencana
setiap aku memandang permukaan wajahmu yang biru
dengan segala pinusmu yang belederu
Tuhan sesungguhnya kau tak ada niatan murka pada negeriku


Banjarbaru, 2001