Lumpur Lapindo

Rabu, 28 Januari 2009

Arsyad Indradi : Mistik Tradisional Banjar Masih Kental Dalam Cerpen " Kuyang " Karya Harie Insani Putra





Cerpenis muda Harie Insani Putra berhasil mengangkat kejadian nyata dalam masyarakat Banjar yaitu “ Kuyang “. Kuyang adalah salah satu kejadian horror yang benar – benar terjadi dalam masyarakat Banjar sampai sekarang ini masih ada. Sebagian besar generasi masyarakat Banjar terutama daerah perkotaan, banyak yang tidak mengetahui siapa sebenarnya Kuyang itu. Kuyang, sejenis hantu jadi-jadian. Manusia yang dapat mengubah dirinya menjadi hantu dengan minyak yang bernama “ minyak kuyang “. Minyak tersebut dioleskan ke lehernya maka terpisahlah kepalanya dangan raga badannya. Kepalanya itu bersama isi perutnya terbang mengangkasa pada malam hari dengan sinar kebiru-biruan yang berkelap-kelip. Kuyang mencari mangsanya manakala ia mendengar ada yang akan melahirkan. Sebab makanan kuyang itu adalah darah yang keluar dari sang ibu yang melahirkan. Bahkan sang ibu bisa celaka karena kehabisan darah dihisap kuyang. Harie dalam cerpennya begitu bagus meramu ceritanya antara mistik tradisional Banjar dan relegius Sebenarnya kedua hal ini sangat bertentangan Namun Harie berhasil mempertemukannya dengan tidak saling bersinggungan. Cerpen Kuyang, menceritakan keluarga Irham dan Tanti. Tanti isterinya kesakitan yang luar biasa mau melahirkan. Irham agak panik. Tanti menyuruh Irham untuk mencari dukun beranak dan ke puskesmas minta pertolongan medis. Sebelum berangkat Irham berdoa minta pertolongan Allah atas keselamatan isterinya dan menyerahkan tongkat kayu “ palawan “ kepada isterinya. Tongkat Palawan adalah penangkal kuyang pemberian Acil Midah, bibinya. Padahal dia sangat berat atas pemberian itu karena dia lulusan pesantren. Agar bibinya senang hati, diterimanya juga pemberian bibinya itu. Irham bertemu Masitah dukun beranak. Di rumah, Tanti menjerit kesakitan atas pijatan-pijatan dukun beranak yang kasar terhadap dirinya, sehingga banyak mengeluarkan darah. Masitah dengan menyeringai diselingi tertawa-tawa menjilati darah yang keluar dari tubuhnya. Tanti melihat kelakuan Masitah ini takut setengah mati dan menjerit sekuatnya minta tolong. Masitah ternyata Kuyang. Tanti meronta dan melempari Masitah dengan bantal dan guling. Masitah sangat marah karena tidak dapat membujuk Tanti.. Kemudian dia mengambil sebuah botol kecil berisi minyak yang ada di balik bajunya lalu dioleskan kelehernya seketika itu juga berubahlah dia menjadi Kuyang, hantu yang mengerikan, rambutnya yang panjang posisi terbalik hampir menutupi mukanya. Jeritan Tanti terdengar oleh tetangga. Dan berbondong – bondong berusaha menolongnya dengan mencoba mendobrak pintu yang terkunci. Padahal tadinya pintu itu tak berkunci tetapi terkunci dengan sendirinya. Ketika kuyang terbang mengitari Tanti dan akan menerkamnya, Tanti ingat tongkat kayu palawan lalu dipukulkan kepada kuyang itu. Kuyang melolong kesakitan dan menjerit – jerit. Timbul keberanian Tanti. Usus kuyang itu dibetotnya sehingga kuyang itu jatuh terjerembab. Bertepatan, Irham datang bersama tetangganya masuk setelah pintu terbuka. Dan tetangganya itu memukuli kuyang itu hingga tak berdaya. Kemudian mencari tubuh Masitah, ternyata ada di dalam lemari pakaian. Dengan mengucapkan syukur kepada Allah atas pertolongannya, Irham langsung membawa Tanti dengan ambulace ke puskesmas
Cerpen Kuyang ini niscaya akan memenangkan pemenang terbaik dalam lomba menulis cerpen se Kalsel dalam acara Aruh Sastra V se Kalsel Desember 2008 di Kabupaten Balangan tetapi hanya menduduki Harapan II. Sebab menurut penjelasan salah satu dewan juri ada kesalahan yang dianggap patal yaitu di bagian ketiga suami Tanti tertulis nama lain.
Tapi kita patut mengacungkan jempol pada Harie. Bahwa Harie menulis cerpen ini langsung di laptop dengan waktu yang relative singkat, satu malam setengah hari persis batas waktu penutupan peserta, langsung diantar ke panitia lomba. Jadi, Harie hampir – hampir tidak ada kesempatan untuk mengedit secara sempurna, tambahan lagi dalam keadaan sudah mengantuk. Pada acara Aruh Sastra V tersebut peserta dari Kabupaten, banyak memilih Kuyang untuk diangkat dalam lomba Pertunjukan Sastra.***

Kamis, 22 Januari 2009

Ultah Blogger Kalsel Kayuh Baimbai ke-1



Membentuk suatu wadah yang dinamakann komunitas adalah dorongan untuk menyamakan visi dan misi, persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan.
Tujuan adalah kehendak yang dirumuskan dengan azas kebersamaan. Hal ini terjadi pada komunitas blogger Kalsel yang bernama Kayuh Baimbai. Komunitas yang relatif masih muda ini berdiri pada tanggal 20 Januari 2008 hingga 20 Januari 2009 telah berusia 1 tahun. Walau pun masih muda namun telah menunjukkan kemajuan yang pesat baik pertumbuhan anggotanya, kegiatan positifnya di dunia cyber khususnya internet, saling tukar informasi, berbagi ilmu pengetahuan di bidang teknologi internet maupun silaturahmi di maya dan di nyata. Kayuh Baimbai telah memperingati hari ulang tahunnya yang ke-1. Nampak keharuan dan kebahagiaan memancar dari wajah-wajah anggotanya dalam suatu acara yang cukup sederhana namun meriah. Pada acara itu hadir pula orang-orang Telkom dan simpatisan Kayuh Baimbai, tak beranjak sampai acara usai.
Tak ada kata lain yang dapat kita ucapkan selain : Selamat Ulang Tahun yang ke-1. Semoga Tuntung Pandang Ruhui Rahayu. Salam kreatif buat Blogger Kalsel Kayuh Baimbai (A.Indradi)

Selasa, 20 Januari 2009

MEMANFAATKAN INTERNET DI DUNIA SASTRA

: Arsyad Indradi ( Maungkai gagasan Sainul Hermawan ketika di Aruh Sastra Kalsel III
di Kotabaru )

Selama ini sastrawan telah memanfaatkan media cetak untuk menampilkan karya – karyanya seperti buku, koran atau pun majalah. Maka, di era globalisasi yang melaju pesatnya perkembangan teknologi ini, apa salahnya kalau kita juga ikut serta memanfaatkan teknologi ini sebagai salah satu media alternatif untuk menampilkan karya – karya sastra.Baca selanjutnya klik disini.

Menghayati Peran Komunitas Sastra

Akhirnya pesta itu usai. Sebuah pesta sastra yang melibatkan sekitar 500 orang peserta. Mereka adalah sastrawan (penyair, esais, cerpenis, dan kritikus) bersama para penggemar sastra dan guru bahasa Indonesia. “Meningkatkan Peran Komunitas Sastra Sebagai Basis Perkembangan Sastra Indonesia”, demikian tema yang digelar. Sepanjang tiga hari kegiatan berlangsung demikian padat di gedung DPD Kudus. Sungguh sayang bila dilewatkan begitu saja. Baca selanjutnya klik disini.

Kemampuan Anak Bergelombang

Oleh : Aliansyah Jumbawuya ( Wartawan Serambi Ummah )

Penyair Igbal pernah mengatakan, betapa banyak anak – anak yang pintar di kelas ternyata berjatuhan dalam ujian kehidupan. Kenyataan ini seyogyanya patut menjadi renungan bagi orang tua.

Tidak jarang terjadi karena orang tua berambisi anaknya dapat rangking kemudian diikut sertakan les. Kadang mereka pulang ke rumah sampai jam 5 sore. Padahal, sebelumnya di sekolah mereka sudah capek. Tak ada lagi waktu untuk istirahat.
“ Anak kalau terlalu dipres, akhirnya dia bisa jenuh. Bukan lagi menerima pelajaran, malah kebingungan sendiri,” komentar Arsyad Indradi.“ Bahkan, lanjutnya, ada anak yang setiba di rumah, sepatu belum lagi dilepas, buku dilempar, langsung merebahkan tubuh di ranjang.Tak lama kemudian ketiduran dengan masih mengenakan baju seragam, akibat kelelahan.
“ Sebenarnya ikut les itu bagus-bagus saja, tapi jadwalnya diatur jangan sampai terlalu padat. Apalagi maksud les itu sekadar pengayaan, sebab guru yang ideal itu memberikan pelajaran sesuai target kurikulum,” ujar Pengawas Seni Budaya Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar ini. Karena itu, Arsyad Indradi menyarankan sebaiknya anak diikut sertakan les pada bidang tertentu saja yang kurang dikuasainya. Yang penting itu, sambungnya, menumbuhkan minat anak untuk belajar. Bila belajar sudah menjadi kebutuhan anak, dia akan berinisiatif sendiri untuk memperkaya wawasannya. Misalnya, mencari bahan-bahan pelajaran di internet. Bagus lagi, anak setiap hari belajar dan meresume.
Sebagai orang yang bergelut puluhan tahun di dunia pendidikan, Arsyad sering memperhatikan anak-anak yang jenius kebanyakan saat istirahat selalu di perpustakaan. Mereka membaca buku sambil mendengarkan musik.
“ Ada paradigma lama, apabila hendak ujian baru bahimat(giat) belajar, padahal cara seperti itu sangat merugikan. Akibat terlalu tinggi malam belajar, akhirnya mengantuk,” kritiknya. Anak yang pintar, kata Arsyad, dua hari menjelang ujian justru istirahat, tidak belajar lagi. Ia mengumpulkan energi supaya pas ujian fit, karena sebelumnya tiap hari sudah belajar.
Setiap orang tua wajar mengharapkan anaknya dapat rangking di kelas. Tapi, jangan lupa melihat kondisi anak seperti apa. “ Kalau takaran anak terbatas, jangan dipaksakan. Kasihan dia. Yang penting anak naik kelas atau lulus ujian,” tegas mantan Kepsek SMKN 1 Gambut ini.
Apalagi prestasi dan kemampuan anak itu bergelombang, kadang bisa jatuh, dan di lain waktu bangkit lagi. “ Intinya, kalau fisik anak sudah lemah jangan dipaksa, itu menyiksa namanya,” wanti-wanti Arsyad Indradi. Sebaliknya, kalau anak memang berpotensi dan punya minat besar untuk rangking adalah kewajiban orang tua untuk memotivasi, imbuh penyair kondang Kalsel ini. ****

Dimuat di Tabloid Serambi Ummah Jumat, 16 Januari 2009.

Senin, 19 Januari 2009

Aruh Sastra V Kalsel di Balangan

Karya Sastra Berseleweran di Dunia Maya

Aruh Sastra V Kalsel di Balangan tgl 12-14 Des 2008 dibuka Wabup Balangan Ansharuddin yg dilanjutkan dengan peluncuran buku biografi sendiri. Menariknya, Ansharuddin juga sempat membacakan sebuah puisi berjudul Balangan karya Amir Husaini Zam Zam, penyair asal Amuntai. “ Bila pada acara-acara disuruh menyanyi, saya tidak bisa. Tapi kali ini saya diminta membaca puisi, saya bisa sedikit-sedikit,”ujarnya sambil tersenyum. Acara pembukaan juga diisi dengan tarian kreasi daerah, pembacaan puisi dan vocal group SMK Balangan. Pada malam harinya diadakan pergelaran sastra yg diangkat dari cerpen karya pemenang lomba. Yakni cerpen Kuyang karya Harie INsani Putra, Pelangi di Ujung Senja karya Ratih Ayuningrum dan Menanti Masa Depan karya Bayu yoga saputra. Pada dialog sastra, pembicara yg tampil, Alman Syahrani (Kandangan) mengangkat relegiusitas dalam sastra, Tajuddin Bacco (Tabalong) mengangkat seputar sastra lokalitas, Drs.Maskuni (Batola) cendrung menggali sejarah dan perkembangan sastra di Batola, dan Arsyad Indradi (Banjarbaru) tentang sastra cyber. “ Sekarang ini, karya sastra tidak hanya tercatat di buku-buku atau Koran dan majalah, tapi juga berseleweran di dunia maya. Banyak para pemilik blog sekarang ini yang menulis puisi, cerpen dan bahkan novel, dengan kualitas yg juga tidak kalah dengan karya yg terbit di buku dan Koran,” ujar Arsyad Indradi, yg juga dikenal sebagai “penyair gila” lantaran kenekatannya membukukan karya 142 penyair nusantara 2007 dalam sebuah buku tebal. Pada saat bersamaan, siangnya digelar Lomba Bakisah. Pada Aruh Sastra ini juga menampilkan pembicara dari Jakarta Maman S Mahayana yg dikenal sebagai salah satu kritikus dan penulisan esai sastra nasional. Acara ditutup dengan diskusi dan siding pleno dan ziarah ke makam seniman Balangan. (dif)****

Dimuat di SKH Radar Banjarmasin, Minggu 14 Des 2008.

Rabu, 14 Januari 2009

Arsyad Indradi Menyelesaikan Sepuluh Buku Dalam Satu Tahun Dua Bulan


Oleh : Harie Insani Putra

Saat RUMAH CERITA menemui Arsyad Indradi dirumahnya jl Pramuka no.16 Banjarbaru ternyata beliau sedang sibuk melipat kertas. Melihat kami datang, Arsyad Indradi langsung menghentikan pekerjaannya.
Setelah kami masuk, terbentanglah pemandangan buku-buku yang telah tersusun, alat pemotong kertas, bungkusan buku siap kirim, dan lembar-lembar kertas yang belum selesai dilipat. Di rumah sekaligus tempatnya memproduksi buku, Arsyad Indradi seperti sedang menyiapkan masa tua yang terencana. Kepada kami ia bilang jika tugasnya sebagai pegawai negeri telah selesai, kepada bukulah ia akan mengabdi.
Masih banyak karya-karyanya yang belum terdokumentasi, itu disebabkan pada tahun 1970, Arsyad Indradi lebih konsentrasi kepada seni tari.
“Karena dulu sibuk menari, banyak karya yang tidak sempat diketik dan sekaranglah kesempatan untuk mengumpulkannya kembali dan dijadikan satu ke dalam buku,” tutur Arsyad Indradi yang pada tahun 2004 pernah diundang oleh kerajaan Malaka dalam acara pesta tari gendang nusantara 7 Malaka, Malaysia.
Setelah dirasa cukup berbasa-basi, RUMAHCERITA langsung menanyakan tentang proses pengerjaan buku antologi puisi nu-santara. Sambil mengusap rambut, Arsyad Indradi menerangkan kenapa ia butuh waktu satu tahun dua bulan untuk menyelesaikan antologi nusantara.
“Saya butuh waktu satu tahun dua bulan untuk menyelesaikan buku antologi puisi nusantara karena juga mengerjakan buku yang lain,” ungkapnya. “Sebenarnya saat ini saya hanya tinggal mencetak ulang saja karena sepuluh buku tersebut sudah habis,” terangnya kemudian. Arsyad Indradi juga mengatakan bahwa kawan-kawan penyair luar daerah menyebutnya sebagai penyair ‘gila’ karena memproses buku sebanyak itu dalam waktu singkat.
Sepuluh buku itu tentu bukan hanya karya pribadinya saja tapi beberapa karya komunitas sastra di kota Bandung.
“Saya salut dengan keberadaan mereka sebagai komunitas sastra. Sewaktu berada di sana, saya melihat langsung apa yang mereka kerjakan. Semangat menulis mereka tinggi dan hati saya terpanggil untuk menerbitkan karya puisi mereka yang selama ini belum pernah dibukukan,” ceritanya mengenang setahun yang lalu ketika berkunjung ke kota Bandung.
Sebenarnya ‘gila’ yang dimaksud tidak saja mengarah karena telah menerbitkan sepuluh buku, tetapi juga karena semua penerbitan buku yang sudah ada dibiayai dari isi dompetnya sendiri, termasuk antologi puisi nusantara yang dalam satu bukunya berjumlah 728 halaman.
Mengenai ini Arsyad tenang-tenang saja, ia tidak ingin meminta bantuan, kalau tidak mampu ia akan memilih untuk diam tapi jika ada yang ingin membantu, barang tentu tanpa harus ia memintanya dulu.
“Alhamdulillah selama ini berjalan lancar. Meski demikian kendala pasti ada tapi bisa saya selesaikan,” jawabnya tulus.
Selama mengerjakan semua buku, tak sekali dua jari tangannya tersayat pisau cutter. Utamanya pada saat mata mulai terasa berat karena kurang tidur. Arsyad akan merasa puas jika buku yang diterbitkannya murni hasil kerja tangannya sendiri. Maka tahap demi tahap, mulai dari melayout, menyusun halaman, mencetak, melipat kertas, sampai menjilid dilakukannya sendiri. Arsyad percaya bahwa tidak ada hasil yang cemerlang tanpa diawali dengan kerja keras.
Seandainya ingin dibayangkan, sebagai pegawai negeri, sejak pagi Arsyad harus bekerja seharian. Kembali ke rumah, ia segera membuka layar komputer untuk melanjutkan pekerjaan bukunya hingga malam. Terus begitu hingga proses penjilidan. Tentu ini sangat melelahkan.
Tapi Arsyad selalu memotivasi dirinya sendiri bahwa pekerjaan apa pun akan selesai apabila segera dimulai. Apalagi banyak yang menyangsikan ketika Arsyad Indradi berniat menerbitkan antologi puisi nusantara, kesangsian itu tidak membuatnya patah semangat, sebaliknya menjadi motivasi untuk membuktikan bahwa dirinya mampu. Nyatanya sekarang buku antologi nusantara telah terbit.
Setelah cukup panjang lebar, akhirnya RUMAH CERITA undur diri agar beliau bisa melanjutkan pekerjaannya kembali.
Selamat bekerja penyair Arsyad Indradi. Lain waktu kami datang kembali.***


Harie Insani Putra
redaktur Mini Magazine Rumah Cerita, cerpenis.
( Rumah Cerita #01 Mei 2007 )